Kamis, 06 Februari 2025

Kompetisi Global: AS, Taiwan, dan China di Garis Depan Teknologi Drone Militer

Robert Banjarnahor - Sabtu, 27 Juli 2024 15:17 WIB
279 view
Kompetisi Global: AS, Taiwan, dan China di Garis Depan Teknologi Drone Militer
Foto: REUTERS/Ann Wang
Taiwan memamerkan model-model baru drone militer yang diproduksi di dalam negeri.
Jakarta (harianSIB.com)
Latihan militer Han Kuang oleh Taiwan, yang dilaksanakan secara rutin untuk menguji dan memperkuat pertahanan negara tersebut, kali ini dihadapkan pada deteksi pesawat tak berawak (drone) milik China yang beroperasi di sekitar pulau itu. Sejak tahun 2023, ini merupakan keenam kalinya China mengirim drone untuk melakukan pengintaian dan intimidasi di wilayah tersebut.

Penggunaan drone dalam konteks ini menyoroti tren global dalam peperangan modern, di mana UAV (Unmanned Aerial Vehicles) memainkan peran penting dalam misi pengintaian dan intimidasi, sebagaimana terlihat di Ukraina, Timur Tengah, dan sekarang di Selat Taiwan.

Tren ini mendorong negara-negara seperti AS, China, dan Taiwan untuk terus mengembangkan teknologi drone yang lebih canggih dan adaptif, meskipun dengan biaya yang tidak sedikit. Kekhawatiran mengenai potensi invasi China ke Taiwan juga semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi ini.

Baca Juga:

* Inisiatif Neraka

Inisiatif Replikator senilai $1 miliar yang diluncurkan oleh Pentagon pada Agustus lalu bertujuan untuk menciptakan ribuan drone udara, laut, dan darat. Ini merupakan bagian dari strategi yang disebut 'Hellscape' oleh Laksamana AS Samuel Paparo, yang bertujuan untuk melawan potensi invasi China ke Taiwan.

Baca Juga:

Strategi ini akan melibatkan peluncuran ribuan drone nirawak ke wilayah udara dan laut antara Taiwan dan China, dengan tujuan untuk memperkuat pertahanan Taiwan dan menghalangi serangan. Pentagon berencana membangun kekuatan drone tersebut pada Agustus 2025.

"Manfaat sistem nirawak adalah Anda mendapatkan peralatan dalam jumlah besar dengan harga yang murah dan sekali pakai dengan biaya rendah. Jika sebuah drone ditembak jatuh, satu-satunya orang yang menangisinya adalah para akuntan," kata Zachary Kallenborn, peneliti kebijakan di George Mason University dilansir dari VOA Indonesia.


Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru