Kamis, 10 April 2025

Tegas! UGM Pecat Guru Besar Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual

Robert Banjarnahor - Senin, 07 April 2025 09:35 WIB
104 view
Tegas! UGM Pecat Guru Besar Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual
Fakultas Farmasi UGM (ANTARA/HO-UGM)
Yogyakarta(harianSIB.com)
Pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) resmi memberhentikan seorang guru besar Fakultas Farmasi berinisial EM setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.

Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi, dalam pernyataan resminya di Yogyakarta, Minggu (7/4), menyampaikan bahwa sanksi berat tersebut dijatuhkan berdasarkan hasil investigasi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM. Satgas menyimpulkan bahwa EM melanggar peraturan rektor dan kode etik dosen.

"Pimpinan UGM telah menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap dari jabatan dosen. Sanksi ini diterapkan sesuai ketentuan kepegawaian yang berlaku," ujar Andi, dilansir dari Antara.

Baca Juga:

Pemecatan EM tertuang dalam Keputusan Rektor UGM Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025.

Kasus ini mencuat setelah laporan diterima pihak Fakultas Farmasi pada Juli 2024. Tindakan kekerasan seksual yang dilakukan EM terjadi sepanjang 2023 hingga 2024, dengan modus menggunakan pendekatan akademik seperti bimbingan dan diskusi, yang sebagian besar dilakukan di luar kampus.

Baca Juga:

Satgas PPKS memberikan pendampingan kepada para korban serta membentuk Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Nomor 750/UN1.P/KPT/HUKOR/2024. Pemeriksaan terhadap EM berlangsung dari 1 Agustus hingga 31 Oktober 2024.

"Ada diskusi, ada bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti," jelasnya.

Komite memeriksa keterangan para korban secara terpisah, mendengarkan penjelasan terlapor dan saksi, serta menelaah bukti-bukti pendukung sebelum memberikan rekomendasi.

Menurut dia, total sebanyak 13 orang saksi dan korban diperiksa dalam proses tersebut.

"Saksi dan korban ada sekitar 13 orang yang diperiksa. Tetapi kalau ditanya apakah ini seluruhnya mahasiswa ataupun ada juga tendik (tenaga pendidik) dosen, kami tidak melihat detail itu," ujar Andi.

Berdasarkan bukti-bukti, EM dinyatakan melanggar Pasal 3 ayat (2) huruf l dan m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus, serta melanggar kode etik dosen.

Sebagai langkah awal, EM telah dibebastugaskan dari seluruh aktivitas tri dharma perguruan tinggi dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi pada 12 Juli 2024.

Keputusan itu diambil sebelum pemeriksaan rampung untuk menjaga ruang aman bagi korban dan civitas akademika.

"UGM melalui Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada korban sesuai dengan kebutuhan para korban," kata Andi.

Meski telah diberhentikan tetap dari jabatan sebagai dosen UGM, menurut dia, status guru besar EM masih berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.

Andi menerangkan bahwa pengangkatan guru besar merupakan keputusan menteri sehingga pencabutannya juga harus dilakukan melalui keputusan menteri.

"Status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. SK-nya dikeluarkan oleh Kementerian. Jadi, kalau kemudian guru besarnya ingin dicabut, keputusannya juga harus dikeluarkan oleh kementerian," ucapnya.

Ia menambahkan jabatan akademik seperti lektor kepala dan guru besar menjadi kewenangan pusat, berbeda dengan lektor atau asisten ahli yang dapat ditetapkan oleh perguruan tinggi.

"Kami di UGM diminta untuk memeriksa, hasil laporan akan kami sampaikan kepada kementerian," ujar Andi.

UGM, lanjutnya, berkomitmen menciptakan ruang kampus yang bebas dari kekerasan seksual melalui langkah-langkah sistemik. Salah satunya adalah pembentukan Satgas PPKS sejak September 2022 serta integrasi kebijakan internal dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

"Berbagai kebijakan yang disusun, diterapkan, dan dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip bahwa kampus idealnya adalah ruang yang kondusif dan aman dari berbagai praktik kekerasan," tutur Andi Sandi.(*)

Penulis: Robert

Tags: UGM, guru besar, Fakultas Farmasi, kekerasan seksual, Andi Sandi, PPKS, akademik, lomba, Peraturan
Yogyakarta (harianSIB.com)

Pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) resmi memberhentikan seorang guru besar Fakultas Farmasi berinisial EM setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.

Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi, dalam pernyataan resminya di Yogyakarta, Minggu (7/4), menyampaikan bahwa sanksi berat tersebut dijatuhkan berdasarkan hasil investigasi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM. Satgas menyimpulkan bahwa EM melanggar peraturan rektor dan kode etik dosen.

"Pimpinan UGM telah menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap dari jabatan dosen. Sanksi ini diterapkan sesuai ketentuan kepegawaian yang berlaku," ujar Andi, dilansir dari Antara.

Pemecatan EM tertuang dalam Keputusan Rektor UGM Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025.

Kasus ini mencuat setelah laporan diterima pihak Fakultas Farmasi pada Juli 2024. Tindakan kekerasan seksual yang dilakukan EM terjadi sepanjang 2023 hingga 2024, dengan modus menggunakan pendekatan akademik seperti bimbingan dan diskusi, yang sebagian besar dilakukan di luar kampus.

Satgas PPKS memberikan pendampingan kepada para korban serta membentuk Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Nomor 750/UN1.P/KPT/HUKOR/2024. Pemeriksaan terhadap EM berlangsung dari 1 Agustus hingga 31 Oktober 2024.

"Ada diskusi, ada bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti," jelasnya.

Komite memeriksa keterangan para korban secara terpisah, mendengarkan penjelasan terlapor dan saksi, serta menelaah bukti-bukti pendukung sebelum memberikan rekomendasi.

Menurut dia, total sebanyak 13 orang saksi dan korban diperiksa dalam proses tersebut.

"Saksi dan korban ada sekitar 13 orang yang diperiksa. Tetapi kalau ditanya apakah ini seluruhnya mahasiswa ataupun ada juga tendik (tenaga pendidik) dosen, kami tidak melihat detail itu," ujar Andi.

Berdasarkan bukti-bukti, EM dinyatakan melanggar Pasal 3 ayat (2) huruf l dan m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus, serta melanggar kode etik dosen.

Sebagai langkah awal, EM telah dibebastugaskan dari seluruh aktivitas tri dharma perguruan tinggi dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi pada 12 Juli 2024.

Keputusan itu diambil sebelum pemeriksaan rampung untuk menjaga ruang aman bagi korban dan civitas akademika.

"UGM melalui Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada korban sesuai dengan kebutuhan para korban," kata Andi.

Meski telah diberhentikan tetap dari jabatan sebagai dosen UGM, menurut dia, status guru besar EM masih berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.

Andi menerangkan bahwa pengangkatan guru besar merupakan keputusan menteri sehingga pencabutannya juga harus dilakukan melalui keputusan menteri.

"Status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. SK-nya dikeluarkan oleh Kementerian. Jadi, kalau kemudian guru besarnya ingin dicabut, keputusannya juga harus dikeluarkan oleh kementerian," ucapnya.

Ia menambahkan jabatan akademik seperti lektor kepala dan guru besar menjadi kewenangan pusat, berbeda dengan lektor atau asisten ahli yang dapat ditetapkan oleh perguruan tinggi.

"Kami di UGM diminta untuk memeriksa, hasil laporan akan kami sampaikan kepada kementerian," ujar Andi.

UGM, lanjutnya, berkomitmen menciptakan ruang kampus yang bebas dari kekerasan seksual melalui langkah-langkah sistemik. Salah satunya adalah pembentukan Satgas PPKS sejak September 2022 serta integrasi kebijakan internal dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

"Berbagai kebijakan yang disusun, diterapkan, dan dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip bahwa kampus idealnya adalah ruang yang kondusif dan aman dari berbagai praktik kekerasan," tutur Andi Sandi.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru