Senin, 10 Maret 2025

UU Partai Politik Digugat, MK Diminta Batasi Masa Jabatan Ketum Parpol

Redaksi - Senin, 10 Maret 2025 12:57 WIB
93 view
UU Partai Politik Digugat, MK Diminta Batasi Masa Jabatan Ketum Parpol
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta (harianSIB.com)
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Edward Thomas Lamury Hadjon, mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Partai Politik serta Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi.

Salah satu permohonannya ialah meminta ada pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik.

Dilihat dari situs M yang dikutip detikcom, Senin (10/3/2025), gugatan itu telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 22/PUU-XXIII/2025. Dalam permohonannya, Edward menggugat sejumlah pasal.

Baca Juga:

Berikut ini isi pasal yang digugatnya:

Pasal 23 ayat (1) UU Partai Politik:

Baca Juga:

1. Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.

Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3:

(2) Anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:

d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Penjelasan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3:

Huruf d. Cukup jelas.

Pemohon meminta pasal-pasal itu diubah menjadi:

1. Pasal 23 ayat (1) UU Partai Politik diubah menjadi:

Pergantian Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART dengan syarat untuk pimpinan Partai Politik memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut

2. Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 diubah menjadi:

Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali

3. Penjelasan pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 diubah menjadi:

Yang dimaksud dengan 'pemilihan kembali' adalah pemilihan umum yang diselenggarakan di Daerah Pemilihan (Dapil masing-masing anggota DPR terpilih yang diusulkan berhenti oleh Partai Politik melalui mekanisme pemilihan Surat Suara dengan pilihan yang tersedia 'ya' atau 'tidak'

Alasan Permohonan
Dalam permohonannya, Edward menyebut selama ini tidak ada pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik. Padahal, katanya, partai politik merupakan pilar demokrasi.

Dia mengatakan partai seharusnya menjalankan prinsip-prinsip demokrasi di lingkup internal. Salah satunya pembatasan kekuasaan.

"Ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan partai politik menyebabkan kekuasaan yang terpusat pada orang atau figur tertentu dan terciptanya otoritarianisme dan dinasti dalam tubuh partai politik," ujarnya.

Dia kemudian menyebut nama-nama ketua umum partai yang menjabat lebih dari 5 tahun:

1. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (1999-2024 atau 25 tahun)
2. Ketua Umum NasDem Surya Paloh (2013-2029 atau 17 tahun)
3. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (2004-2029 atau 25 tahun)
4. Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto (2014-2025 atau 11 tahun)
5. Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (Ketum Demokrat 2013-2020 atau 7 tahun dan Ketua Majelis Tinggi sejak 2020)
6. Yusril Ihza Mahendra (Menjabat Ketum PBB sejak 1998-2005 dan 2015-2024 atau 17 tahun)
7. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (2015-2029 atau 14 tahun).

"Bahwa berdasarkan uraian di atas pengaturan mengenai masa jabatan yang didelegasikan melalui AD dan ART menyebabkan keleluasaan bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melanggengkan kekuasaan," ujarnya.

Dia juga menguraikan sejumlah alasan menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3. Menurutnya, hak partai politik untuk menarik anggota DPR lewat penggantian antarwaktu (PAW) atau disebutnya penggunaan hak recall sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

"Kewenangan hak recall atau pergantian antarwaktu yang dimiliki oleh partai politik potensial mengancam independensi parlemen karena memberikan pengaruh yang besar dari partai politik terhadap kadernya," ujar Edward. (*)

Editor
: Wilfred Manullang
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru