Jakarta (harianSIB.com)
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, fenomena masyarakat yang rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng hingga menimbulkan korban jiwa dinilai sudah mengganggu secara sosial dan politik.
Bahkan hal ini dikhawatirkan bisa mempermalukan Indonesia sebagai Ketua Presidensi G20 Tahun 2022, apalagi Indonesia juga dikenal sebagai penghasil sawit terbesar di dunia.
Anis Matta mengatakan hal itu dalam Gelora Talk bertajuk "Harga-harga Meroket Rakyat Menjerit, Dimanakah Negara?, Rabu (16/3/2022), yang siaran persnya diterima wartawan, termasuk Jurnalis Koran SIB Jamida P. Habeahan, Kamis (17/3/22).
Menurut Anis Matta, pemandangan seperti ini, mestinya diantisipasi pemerintah agar tidak menimbulkan dampak secara sosial dan politik yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan pemerintah.
Semua dampak pergerakan sosial, termasuk kelangkaan dan naiknya harga bahan pangan, harus diantisipasi oleh pemerintah. Sebab kalau tidak, situasi tersebut bisa dimanfaatkan secara politik.
Anis Matta menegaskan, gangguan politik dari antrean minyak goreng sudah mulai dirasakan.
Situasi kejiwaan (mood) masyarakat akibat tekanan harga-harga jika terus dibiarkan, akan menyebabkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin menurun.
"Ini sudah menjadi suatu peringatan, karena bisa juga memicu kenaikan harga dan kelangkaan bahan pangan lainnya, apalagi kebutuhan bahan pangan di Indonesia sebagian besar masih dipenuhi dari impor,“ ujar Anis Matta sambil menyebutkan bahwa soal harga dan ketersediaan saja, harus dilihat secara komprehensif.
Sebab, negara yang punya populasi besar seperti Indonesia, memiliki masalah kedaulatan pangan, karena belum menjadi benar-benar prioritas agenda pemerintah.
Partai Gelora berharap kemandirian nasional dalam ketahanan pangan bisa menjadi agenda prioritas pemerintah.
Karena, Indonesia terbukti memiliki persoalan ketergantungan pangan dari negara-negara lain.
Masalah pangan hendaknya tidak dilihat sebagai persoalan ekonomi, tetapi sudah menjadi masalah keamanan nasional (national security), sehingga butuh perhatian serius pemerintah.
"Sebentar lagi kita memasuki Ramadan, dan kalau situasi ini tidak dikelola dengan baik, bisa berkembang menjadi gejolak sosial yang lebih buruk," katanya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, mengatakan, lonjakan harga dan kelangkaan sejumlah komoditas pangan diprediksi akan terus berulang, karena ketahanan pangan Indonesia sangat rapuh.
Dikatakan, pemerintah, belum berhasil mewujudkan ketahanan pangan dan belum mampu berdaulat di dalam komoditas pangan, karena masih tergantung impor. Kebijakan HET maupun intervensi pasar yang telah diambil pemerintah selama ini seperti dalam kasus minyak goreng, tidak akan efektif karena barangnya tidak dipegang oleh pemerintah.
Selain itu, kebijakan yang diambil justru melawan pasar dan tidak market friendly.(*)