Kamis, 13 Mei 2021 menjadi hari yang istimewa bagi umat manusia. Ada dua alasan kenapa menjadi hari yang istimewa di tahun kedua pandemi Covid-19 . Pertama, karena pada hari itu umat Kristen di seluruh dunia memperingati Hari Kenaikan Yesus ke sorga. Yesus menyediakan tempat bagi orang-orang percaya di sorga dan sekaligus dideklarasikan menjadi Raja Sorga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa.
Alasan kedua, pada hari itu juga umat Islam merayakan hari yang fitri. Setelah sebulan penuh berpuasa mengendalikan diri dari lapar dan haus. Sekaligus juga mengendalikan hawa nafsu dan godaan dunia. Mereka merayakannya sebagai hari kemenangan dan sukacita.
Kita patut bersyukur bahwa pada hari itu umat merasakan ketenangan, damai dan sukacita. Baik umat Kristen maupun umat Islam melakukan acara ritual keagamaan tanpa euforia. Umat mematuhi imbauan pemerintah untuk melakukan pembatasan dengan tidak ada mudik. Pada malam takbiran jalan tampak lengang karena tidak ada takbir keliling meskipun sesekali terdengar suara mercon. Hari pertama lebaran juga tidak ada keramaian umat saat sholat ied seperti biasanya di lapangan terbuka.
Namun di saat umat tenang merayakan hari istimewa ini, Tuhan tetap mengingatkan agar jangan terlena dan lengah saat merasakan ketenangan. Harus tetap waspada akan bencana alam longsor dan banjir yang tidak diprakirakan sebelumnya. Menjelang lebaran dan saat lebaran, di beberapa lokasi di Sumut dilaporkan terjadi bencana alam karena hujan deras. Bencana longsor yang membahayakan terjadi di jalan Medan menuju Berastagi mengakibatkan arus kendaraan terganggu.
Kemudian hujan deras juga terjadi di Parapat, Simalungun hingga menimbulkan longsor, sehingga kendaraan pun terhambat menuju daerah wisata itu. Lebih parah lagi, setelah hujan deras itu terjadi aliran deras air bercampur lumpur mengakibatkan banjir bandang di Parapat. Tampak air mengalir deras bercampur lumpur, membuat kota Parapat disapu lumpur dan merusak puluhan rumah penduduk.
Kita bersyukur tidak ada korban jiwa atas kejadian longsor dan banjir yang belum diketahui pasti asal usul lumpur itu. Bagi kita saja (penduduk lokal) kondisi ini sangat menakutkan, apalagi bagi wisatawan dari daerah dan negara lain yang akan berkunjung dan berwisata ke Parapat.
Banjir bercampur lumpur ini mengingatkan kita kembali akan aliran lumpur dari pebukitan menjelang Parapat yang sudah berulang kali terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kali ini bukan hanya jalan saja yang disapu lumpur, tetapi juga kota Parapat yang lagi berbenah sebagai daerah tujuan wisata prioritas.
Lantas apa yang sudah dilakukan setelah jalan longsor bercampur lumpur beberapa tahun lalu menenggelamkan jembatan kembar Sibaganding-Parapat itu? Padahal aliran lumpur itu merupakan petunjuk adanya deforestasi yang mengakibatkan pengikisan lahan (erosi) di pebukitan dan saat turun hujan akan menimbulkan longsor. Artinya, ada lahan pebukitan yang dieksploitasi dan dirambah tanpa adanya pencegahan, penghijauan maupun reboisasi.
Pembangunan yang sudah dilakukan pemerintah pusat untuk memajukan Danau Toba sebagai kawasan wisata prioritas patut diapresiasi. Tujuannya tentu untuk peningkatan perekonomian daerah dan nasional yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, masyarakat dan pemerintah daerah sepertinya kurang memahami tugas dan tanggungjawabnya untuk memelihara dan mengamankan pembangunan itu.
Kita hanya berteriak-teriak di media dan menuding siapa yang salah terkait maraknya perambahan lahan dan hutan tanpa mengawasi dan memulihkannya. Pemerintah daerah yang membawahi Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup sejauh ini belum punya rencana dan program menghentikan laju deforestasi di kawasan Danau Toba. Habis dulu hutan dan lahan, kemudian banjir bandang baru datang meninjau tanpa melakukan pencegahan kerusakan akibat keserakahan masyarakat dan pengusaha itu.
Sebagai daerah tujuan wisata, para pengunjung tentu harus dibuat nyaman dan aman tanpa rasa was-was akan bahaya bencana alam maupun bahaya kejahatan. Kita mengapresiasi pembentukan polisi pariwisata di kawasan Danau Toba. Namun ke depan, sambil menanami kembali lahan yang sudah rusak itu, maka kita harapkan pemerintah daerah (Pemprovsu dan Pemkab) membentuk polisi kehutanan khusus yang siaga di kawasan Danau Toba. Dengan tugas khusus itu, maka deforestasi di pebukitan yang mengelilingi Danau Toba akan dapat dicegah secara dini sehingga pembangunan infrastrukfur juga dapat berlanjut.
Hal ini tentu akan memberi rasa nyaman dan aman bagi pengunjung dan masyarakat, sehingga longsor dan banjir lumpur yang terjadi di hari istimewa kemarin tidak terulang lagi. (*)