Bersukacitamerayakan tahun baru sudah menjadi rutinitas masyarakat setiap tahunnya. Bagi umat Kristen, sukacita tahun baru ini juga merupakan rangkaian sukacita Natal, biasanya juga dianggap sebagai acara syukuran yang sakral karena Tuhan masih memberi kesempatan memasuki tahun yang baru, sehingga perlu dirayakan secara besar-besaran.
Jauh hari sebelum puncak Natal 25 Desember, komunitas umat Kristen biasanya sudah merayakannya. Pelaksanaannya ada yang lingkup kecil, sedang dan besar-besaran (oikumene). Seperti Natal kantor, sekolah, kampus, marga, gereja dan komunitas lainnya. Bahkan ada Natal hingga lingkup kecamatan, kota/kabupaten, provinsi hingga nasional yang mengumpulkan banyak massa.
Sedangkan tahun baru, hampir semua masyarakat merayakannya secara besar-besaran, terutama saat malam pergantian tahun. Tidak hanya di jalanan, tetapi ada yang merayakannya di lapangan umum dan gedung-gedung besar. Sungguh merupakan sukacita yang tidak pernah terlewatkan, baik di kota hingga di seluruh pelosok negeri.
Namun dampak Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia tahun ini telah memaksa perubahan atas semua perayaan itu. Sukacita perayaan Natal dan Tahun Baru kali ini harus dibatasi bahkan ditiadakan demi keselamatan dan keamanan masyarakat. Peniadaan itu juga sudah menjadi keputusan pemerintah dengan tidak memberikan izin keramaian perayaan tahun baru.
Demikian halnya puncak perayaan Natal, 24 Desember (malam) dan 25 Desember yang biasanya dirayakan dengan kebaktian bersama di rumah ibadah (gereja) juga harus dibatasi kapasitasnya. Bahkan pemerintah yang selama ini tidak pernah mengaturnya, melalui Kementerian Agama, mengeluarkan ketentuan terkait pengaturan jumlah massa dan waktu kebaktian bersama.
Berdasarkan pengalaman selama ini, meskipun perayaan-perayaan sudah dilakukan jauh-jauh hari, tetapi saat malam Natal hampir semua gereja dipenuhi jemaat. Bahkan meluber hingga di luar gedung gereja untuk menyambut kelahiran Sang Juruselamat dan penebus dosa manusia, Yesus Kristus. Sehingga wajar jauh-jauh hari pemerintah mengingatkan gereja agar melakukan pembatasan kapasitas dan waktu kebaktian itu.
Pelarangan dan pembatasan ini disadari bukan merupakan hukuman pemerintah bagi warganya. Namun justru bertujuan menyelamatkan umat dari virus corona sekaligus mencegah penularannya kepada masyarakat lainnya. Jangan karena sukacita sesaat saat perayaan Natal dan Tahun Baru, justru membawa petaka dan menjadi kluster baru penularan Covid yang sampai saat ini belum terkendali.
Kita tetap bersyukur karena negara hanya membatasi jumlah massa dan waktu untuk menghindari keramaian, bukan membatasi ibadah atau melakukan lockdown. Berbeda dengan kebijakan di berapa negara di Eropa (Jerman, Belanda dan Inggris) yang trend penularan Covid kembali meningkat, sehingga kembali memberlakukan lockdown menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
Semua tentu ada waktunya. Ada waktu sukacita dan ada waktu meratap. Ada saatnya ramai dan ada juga saatnya sepi dan semua harus kita terima sebagai dinamika kehidupan di dunia. Sekaligus juga sebagai bahan perenungan dan introspeksi diri. Sebagai umat beragama dan ber-Tuhan tentu sudah diajarkan agar selalu bersyukur atas segala keadaan termasuk keadaan pandemi ini yang tidak diduga-duga ini.
Juga perlu diingatkan agar jangan sampai saling menyalahkan atas kejadian ini yang membuat pemerintah tidak fokus menanganinya. Bahkan pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengan pemerintah, saatnya berkolaborasi mendukung pemerintah sehingga permasalahan Covid ini dapat segera diatasi. Sehingga kita bisa melewati tahun ini dengan baik dan selamat menjalani tahun baru 2021.
Kepatuhan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah merupakan salah satu kunci keberhasilan menghadapi masalah berat akibat pandemi Covid ini. Jangan sampai ikut-ikutan merongrong wibawa dan kepercayaan kepada pemerintah dengan menakut-nakuti masyarakat atas upaya dan kerja keras yang sudah dilakukan mengatasi Covid dan dampaknya.
Meskipun ada pihak-pihak yang meragukan vaksin yang sudah tiba di tanah air dari China, namun harapan akan tuntasnya masalah Covid-19 sudah di depan mata dengan ketersediaan vaksin itu. Standar dan uji klinis serta kehalalannya sudah dijamin pemerintah dan MUI sehingga tidak ada yang perlu diragukan dan ditakutkan. Percayalah bahwa pemerintah wajib menyelamatkan rakyat, bukan menjerumuskan rakyat. (*)
Sumber
: Hariansib edisi cetak