Kemarin merupakan Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day. Ada beberapa versi tentang sejarah awal perayaan ini. Sebenarnya, pertama kali dirayakan pada tanggal 28 Februari 1909 di New York, Amerika Serikat (AS). Lalu 1975, PBB menetapkan 8 Maret sebagai Women's Day untuk memerjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.
Untuk tahun ini, Hari Perempuan Internasional hadir dengan tema Press for Progress. Berdasarkan situs resminya, tema ini diangkat agar wanita bisa terus bergerak dan berani menggapai kesetaraan gender di segala bidang. Ada ajakan yang kuat untuk memotivasi dan memersatukan teman, rekan kerja dan seluruh masyarakat untuk berpikir dan bertindak.
Tujuan awal Hari Perempuan Internasional adalah mewujudkan kesetaraan gender bagi perempuan. Meski sudah banyak wanita menduduki posisi penting dan bergerak bebas, tapi sebenarnya hak perempuan belum sepenuhnya dipenuhi. Indonesia sudah pernah ada perempuan menjadi Presiden, sudah banyak yang menjabat menteri, tetap saja banyak perempuan yang ditindas dan diperlakukan tidak adil.
Lihatlah laporan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) yang menyebutkan ada 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama 2017. Angka tersebut terdiri dari 335.062 kasus yang bersumber pada data kasus yang ditangani Pengadilan Agama, serta 13.384 kasus yang ditangani 237 lembaga mitra pengadaan layanan yang tersebar di 34 provinsi. Jumlah tersebut meningkat hampir 100.000 kasus dibanding tahun 2016 yang mencapai 259.150 kasus.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, kekerasan yang terjadi pada ranah privat atau personal tercatat paling banyak terjadi, yakni 335.062 kasus. Hal ini menunjukkan pelaku kekerasan adalah orang-orang terdekat korban seperti ayah, paman, kakek, suami dan pacar. Selain itu, kekerasan terhadap anak perempuan juga meningkat cukup tinggi yaitu 2.227 kasus dibanding tahun sebelumnya sebesar 1,799 kasus.
Data 2011-2018 menunjukkan penempatan pekerja migran asal Indonesia 60 persennya didominasi perempuan. Ternyata kasus pekerja migran perempuan sangat tinggi. Di tahun 2017, dari 84 persen kasus yang diterima Migrant CARE adalah kasus pekerja migran perempuan meliputi perdagangan orang, kontrak kerja, asuransi, dokumen dan gaji.
Secara politik sudah ada kemajuan dengan duduknya sejumlah perempuan di posisi strategis. Namun masih ada kesan perekrutan perempuan masih sekadar memenuhi kuota. Memang ada ketentuan 30 persen untuk menjadi calon wakil rakyat. Hanya setiap lima tahun, partai sibuk mencari perempuan untuk menjadi kadernya, agar memenuhi syarat.
Ini tidak sepenuhnya kesalahan partai. Masih banyak perempuan enggan berpolitik. Sebab politik masih dianggap ranah kaum pria. Gerakan perempuan perlu mendorong anggotanya masuk ke partai. Sebab dengan menjadi anggota dewan, mereka memiliki kesempatan menginisiasi UU yang berperspektif gender.
Masih ada beberapa RUU terkait perempuan yang masih terganjal di parlemen. Namun, membuat regulasi saja tidak memadai. Tugas utama adalah mengubah persepsi tentang gender. Perempuan harus dipandang setara dengan pria. Hal ini tidak akan tuntas dalam semalam, mesti berkesinambungan dan konsisten memerjuangkan kesetaraan gender. Selamat Hari Perempuan Internasional!