UN Women merilis laporan yang menyoroti kesenjangan gender yang semakin lebar dalam perlindungan sosial.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa dua miliar perem puan dan anak perempuan tidak
memiliki akses ke segala bentuk perlindungan sosial.
Berbagai kebijakan mulai dari tunjangan tunai hingga layanan kesehatan dan pensiun tidak diberikan kepada cukup banyak perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap kemiskinan.
Baca Juga:
Mengutip laman resmi United Nation, Jumat (18/10) meskipun ada beberapa kemajuan sejak 2015, kesenjangan gender dalam cakupan perlindungan sosial telah melebar di sebagian besar wilayah berkembang, yang menunjukkan bahwa kemajuan baru-barui ni secara tidak proporsionalm enguntungkan laki-laki. Hali ni membahayakan kemajuan menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5 (SDG 5).
Beban Kemiskinan Gender Laporan tersebut memberi kan gambaran yang jelas tentang kemiskinan gender, yang menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan memiliki beban kemiskinan gender terbesar setelah dilahirkan.
Perempuan berusia 25 hingga 34
tahun memiliki kemungkinan 25 persen lebih besar untuk hidup dalam kemiskinan ekstrem
dibandingkan laki-laki dalam kelompok usia yang sama.
Baca Juga:
Konflik dan perubahan iklim terus memperburuk ketimpangan ini, dengan perempuan dil ingkungan yang rapuh memilikik emungkinan 7,7 kali lebih besar untuk hidup dalam kemiskinan ekstrem dibandingkand engan mereka yang berada di wilayah yang stabil.
Lebih jauh lagi, tingginya tingkat inflasi sejak 2022 telah menaikkan harga pangan dan energi, yang berdampak sangat buruk bagi perempuan.
Namun menurut laporan UN Women, dari hampir 1.000 langkah perlindungan sosial yang diadopsi oleh pemerintah di 171 negara pada bulan-bulan berikutnya, hanya 18 persen yang menargetkan keamanan ekonomi perempuan. Misalnya saja, secara global lebih dari 63 persen perempuan melahirkan tanpa akses tunjangan maternitas. Angka tersebut bahkan
mencapai 94 persen di Afrika sub-Sahara..
Kurangnya dukungan finansial selama cuti hamil tidak hanya merugikan perempuan secara ekonomi, tetapi juga membahayakan kesehatan dan kesejahteraan mereka serta
anak-anak mereka, sehingga kemiskinan terus berlanjut lintas generasi.
Meskipun demikian, ada contoh kemajuan yang menjanjikan.
Di Mongolia, tunjangan cuti hamil telah diperluas untuk pekerja informal, seperti penggembala dan wiraswasta. Cuti ayah juga
telah diperkuat untuk mendukung kesetaraan gender dalam tanggung jawab pengasuhan.
"Potensi perlindungan sosial untuk kesetaraan gender, ketahanan, dan transformasi sangat besar. Untuk memanfaatkannya, kita perlu memusatkan martabat, agensi, dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan di setiap tahap proses, mulai dari
desain kebijakan dan program hingga penyampaian dan pembiayaan," tegas Sarah Hendriks, Direktur Divisi Kebijakan, Program, dan Antarpemerintah di UN Women. (**)