Jakarta (SIB)
Ketika berbicara tentang perdamaian dunia, tentu diplomat menjadi profesi yang menjadi garda terdepan. Para diplomat melakukan dialog, negosiasi, dan menjaga hubungan baik antar negara, untuk menciptakan perdamaian dunia.
Sayangnya, menurut Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, diplomat perempuan masih memiliki tantangan lebih besar dibandingkan laki-laki. Padahal, mereka berpotensi menjadi agen perdamaian dunia.
Ketika mengawali kariernya sebagai diplomat sekitar tahun 1984, Retno melihat bahwa profesi ini memang lebih dikuasai laki-laki. Menurutnya, hanya ada sekitar 10 persen perempuan diplomat masa itu. Meskipun begitu, kini semakin banyak perempuan yang terlibat dalam profesi ini.
"Sekarang sudah sebanding perempuan dan laki-lakinya, bisa 45-55 atau bisa 50-50," ungkapnya saat diskusi tentang peran perempuan dalam perdamaian dunia, Maret lalu.
Perubahan positif ini dapat terjadi, salah satunya karena adanya kebijakan-kebijakan yang memberikan ruang bagi perempuan untuk berkontribusi. Salah satunya adalah penghapusan larangan pernikahan sesama diplomat.
"Dulu kalau nikah oleh sesama diplomat, salah satu harus mengundurkan diri, dan sebagian besar yang mengundurkan diri adalah perempuan. Tapi sekarang kalau ada yang menikah tidak harus mengundurkan diri," ujarnya.
Untuk mengembangkan potensi perempuan diplomat, Indonesia pun menggagas pembentukan jejaring negosiator dan mediator perempuan ASEAN (SEANWPNM). Jejaring ini memberikan kesempatan agar perempuan bisa berkontribusi dalam mewujudkan perdamaian dunia.
"Kenapa ini penting? Karena saya yakin kaum perempuan dapat menjadi agen perdamaian dan agen toleransi," tutur Retno.
Salah satu gagasan dibentuknya jejaring ini adalah minimnya keterlibatan perempuan dalam proses mediasi berbagai konflik global dan kawasan. Oleh karena itu, jejaring ini diharapkan dapat menjadi penghubung kemitraan dengan jaringan mediator perempuan di tingkat global.
- Ikatan perempuan diplomat sangat kuat
Sebagai Menlu Indonesia, Retno pun banyak terlibat dengan Menlu lainnya, tak hanya di ASEAN, namun juga seluruh dunia. Dalam jejaringnya ini, ia melihat bahwa ikatan antara perempuan diplomat sangatlah kuat.
"Dalam menteri luar negeri, kita (Menlu perempuan) punya grup seperti grup arisan. Tentu kita biasa berbicara isu politik. Tapi yang paling utama, kita juga membahas adalah isu perempuan. Kita ingin bahwa peace keeper perempuan ditingkatkan," tuturnya.
- Cegah diskriminasi dan tingkatkan pemberdayaan perempuan
Setiap membahas isu keperempuanan, Retno melihat dua tugas penting yang perlu diperhatikan yakni: menghindari drikiminasi dan meningkatkan pemberdayaan perempuan.
"Kita harus berada di depan agar saudara-saudara kita tidak mengalami diskriminasi, baik dalam pekerjaan, sosial, ekonominya, dan lain-lain. Kuncinya jangan sampai diskriminasi," terang Retno.
"Saya melihat dua angle. Jadi kita memang tetap harus berupaya untuk menghindari diskriminasi perempuan, tapi juga harus tetap meningkatkan empowerment," lanjut dia.
Akhir kata, Retno melihat bahwa perempuan adalah makhluk yang kuat dan memiliki potensi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pengembangan potensi perempuan ini harus terus ditingkatkan.
"Perempuan bisa menjadi bagian dari salah satu upaya pemecahan masalah. Seperti yang saya katakan di awal, investing in woman is investing in brighter future," tutup Retno. (IDNTimes/d)
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak