Poppy Dihardjo adalah seorang penyintas KDRT sekaligus memperjuangkan hak-hak perempuan. Founder dari No Recruit List ini akan bercerita tentang pengalamannya untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Tak hanya itu ia pun berkisah bagaimana akhirnya memilih berjuang untuk menegakkan hak perempuan.
Memutuskan untuk mengakhiri toxic relationship yang dijalani bukanlah hal yang mudah. Menghadapi narasi dan stigma tentang status janda dan ditinggalkan. Ketakutan tentang anggapan orang lain terhadap dirinya lah yang membuatnya sempat merasa kesulitan untuk bangkit dari keterpurukan.
Ia menyadari sebagai perempuan yang tumbuh dengan ajaran bahwa perempuan memiliki tugas untuk melekatkan keluarga bukanlah hal yang mudah. Sejatinya anggapan perempuan harus mengurus keluarga, anak dan melayani suami membuatnya sulit untuk menemukan dirinya sendiri.
Semangatnya untuk bangkit saat ia menyadari, ketakutan yang selama ini ia bayangkan ternyata tidak pernah terjadi. Poppy kemudian lebih fokus pada keinginannya alih-alih terus menyesali keadaannya. “Setiap saat aku selalu menekankan pada diriku, aku ingin melakukan apa.†Jelasnya.
Poppy tidak pernah terpikirkan untuk membantu perempuan lain bangkit dari keterpurukan karena mengalami toxic relationship. Hingga satu saat ia diminta untuk menjadi pembicara di salah satu TV Nasional. Ia dimintai pendapat tentang perselingkuhan.
Meskipun ditinggalkan karena selingkuh, ia justru paling tidak setuju dengan istilah pelakor. Karena dalam perselingkuhan seharusnya merupakan kesalahan dua orang, bukan hanya satu pihak saja. Istilah pelakor, menjadikan perempuan adalah sosok yang paling disalahkan.
Dari penampilan pertamanya di TV Nasional tersebut, Poppy banyak menerima pesan dalam akun instagramnya. Ia pun berpikir jika ternyata banyak perempuan yang berpikiran sama dengannya dulu. Dari sinilah ia sadar, bahwa perempuan tersebut tidak butuh bantuan tapi lebih butuh diingatkan dan dikuatkan.
Bagi Poppy perempuan saat bercerita akan membutuhkan seseorang yang frekuensi, dan bisa menguatkannya. Awalnya hanya satu dua orang saja yang datang kepada Poppy meminta untuk dikuatkan. Seiring berjalannya waktu banyak perempuan yang datang padanya untuk minta dikuatkan dan diingatkan, bahwa dia adalah sosok yang tangguh.
Membentuk No Recruit List
Semakin banyak perempuan yang akhirnya menumpahkan keluhnya kepada Poppy. Dan ia pun menyadari, masalah yang dihadapi para perempuan ini tak lagi hanya perkara ingin berpisah dengan pasangan. Tapi juga keinginan terlepas dari kasus kekerasan seksual.
Tak hanya kekerasan yang diberikan pasangan tapi juga orang lain di lingkungan kerja. Ia menyadari selama ini payung hukum terhadap korban kekerasan seskual belum kuat. Jadi, dengan memaksimalkan latar belakang pekerjaannya ia membuat No Recruit List. Sebuah daftar para pelaku kekerasan berbasis gender berdasarkan aduan korban yang digunakan untuk mengawasi dan membatasi pelaku kekerasan seksual di dunia kerja.
Fokus dari No Recruit List ini adalah korban bukan pelaku. Jadi ketika satu kasus viral, hal yang diperhatikan adalah bagaimana korban alih-alih pelakunya. Karena fokus dari No Recruit List adalah mendampingi korban saat mengalami kekerasan seksual.
Itulah pentingnya memahami konsep setar. Berdaya sejak dalam pikiran akan membuat perempuan lebih memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan. Dalam akhir wawancara Fimela bersama Poppy ia berpesan agar Sahabat Fimela lebih memahami apa yang paling kita butuhkan serta lakukan yang terbaik untuk orang-orang terpenting dalam hidup kita. (fimela)
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak