Jumat, 22 November 2024

Tugas Makin Berat, Para Ibu Alami Burnout di Masa Pandemi

Redaksi - Minggu, 20 Desember 2020 11:15 WIB
297 view
Tugas Makin Berat, Para Ibu Alami Burnout di Masa Pandemi
Foto: Thinkstock
Ilustrasi
Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada pertengahan Maret 2020 hingga saat ini, pemerintah masih memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Indonesia. Sejak itu pula, para orangtua memiliki tugas tambahan untuk mendampingi dan membantu anak-ananya belajar di rumah.

Para orangtua, khususnya kaum ibu sering mengeluhkan tugas mereka yang semakin berat dengan adanya tugas tambahan ini. Pekerjaan rumah tangga yang sudah berat ditambah harus mendampingi anak belajar di rumah, membuat para ibu mengalami kelelahan pisik dan kesehatan mental mereka juga terganggu.

Nelly, ibu rumah tangga yang sehari-hari membuka warung di rumahnya mengaku kewalahan dengan pekerjaan tambahan harus mendampingi 2 anaknya yang masih SD belajar di rumah. Nelly sempat membayar guru les untuk mendampingi anak-anaknya belajar, tapi tidak lama dihentikannya karena alasan biaya.

Nelly pun mengaku sering stres hingga kerap berteriak menyuruh anak-anaknya belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan guru. Nelly juga mengaku tidak bisa membantu anak-anaknya karena tidak paham dengan pelajaran anak-anaknya.

"Stres kali, saya bukan guru. Ampunlah, kapanlah sekolah dibuka ?" tutur Nelly saat ditemui di rumahnya, Jumat (18/12).

Nelly tidak sendiri menghadapi persoalan itu. Keluhan serupa juga kerap kita lihat di media sosial. Dalam video-video yang diunggah di media sosial, terlihat ibu-ibu yang marah-marah saat mendampingi anaknya belajar.

Menurut Psikolog Putu Andani MPsi seperti dikutip dari Wolipop, Rabu (16/12), kondisi yang dialami kebanyakan ibu saat ini adalah burnout, yakni kondisi di mana seseorang merasa kelelahan secara mental dan fisik.

"Burnout ini baru sering dipakai, khususnya dalam dunia parenting, sering kedengeran gitu di tahun 2020 ini, karena ternyata banyak sekali yang burnout gitu ya. Jadi kalau ditanya level, sebelumnya kita lebih sering pakai kata stres. Nah stres itu ada di level 1, burnout itu level 2, kemudian depresi, anxiety disorder atau gangguan lainnya itu level 3," jelas Putu Andani, dalam acara Virtual Media Briefing-Peran Ibu di Masa Pandemi dan Tantangan Ibu di tahun 2021 pada Rabu (16/12).

"Burnout yang mungkin paling parah ini tuh yang dirasakan oleh para ibu di tahun 2020 ini," tambahnya.

Biasanya jika sudah terkena burnout, seseorang tanpa sadar bisa menjadi pemarah. Jika tanpa sengaja para ibu sudah terlanjur memarahi anaknya karena terkena burnout, maka ada cara yang bisa dilakukan menurut Putu.

Menurut Putu, minta maaf adalah salah satu cara terpenting untuk mengurangi rasa bersalah. Tak hanya minta maaf kepada anak, tetapi juga ke diri sendiri. Mungkin saja sang anak tidak bersalah, hanya karena orangtuanya sedang mengalami burnout, anaknya itu jadi ikut terkena omelan. Oleh sebab itu perlu meminta maaf dan menjelaskan kepada sang anak apa yang memang sedang dirasakan, seperti 'mama minta maaf ya, tadi mama sedang capai sampai tidak sengaja memarahimu'.

"Sebenarnya yang bikin berat itu adalah suara-suara kritik di dalam diri sendiri. Misalnya anak udah maafin kita gitu, udah nggak ada masalah, tapi kitanya yang masih merasa bersalah gitu kan. Jadi jangan lupa untuk memaafkan diri sendiri dan let go," jelas Putu.

Jika saat ini kamu merasa sedang mengalami burnout, maka ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk menghadapinya. Menurut psikolog, Putu, berikut ini 4 cara mengatasi burnout.

Saat mengalami burnout, badan dan pikiran sudah menjadi tidak sinkron, karena keinginginannya hanya untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan dan tugas yang dimiliki. Badan sudah terasa sangat lelah tetapi pikiran masih terus menyuruh untuk tetap bekerja. Putu menyarankan selama waktu istirahat itu kamu bisa menceritakan apa yang kamu alami dan rasakan kepada suami, teman atau orang-orang yang kamu percaya.

Selain itu, lakukan kegiatan yang dapat menenangkan dan membahagiakan diri sendiri. Misalnya dengan melukis, memasak atau bermain musik. Hal itu akan membantu menurunkan tingkat burnout yang sedang dialami.

Kemudian berpikir positif. Biasanya seseorang yang sudah mencoba melakukan sesuatu lalu gagal seringkali merasa stress atau burnout setelahnya. Tapi perlu dingat hal itu mungkin memang baru pertama kali kamu lakukan dan tidak ada salahnya jika kamu melakukan kesalahan atau gagal.

Setelah melewati tahap-tahap di atas, tahap selanjutnya ialah evaluasi. Putu menyarankan untuk melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dikerjakan jika perasaanmu sudah kembali tenang. Pikirkan bagaimana caranya agar kamu tidak terjebak dalam kondisimu saat ini. Mungkin ada tugas parenting yang harus diganti atau kamu perlu menurunkan standar parentingmu.

Bukan tidak mungkin setelah kamu dapat menyelesaikan semua tahapan mengatasi burnout ini, kamu bisa menambah kemampuan-kemampuan baru. Hal itu tentu bisa sangat berguna bagimu dan keluargamu. (R17/a)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru