Fungsi kognitif para perempuan paruh baya ternyata dipengaruhi oleh tingkat kesetaraan gender di negara tempat mereka tinggal.
Sebuah temuan baru di jurnal Psychological Science, Senin (31/7), menyatakan bahwa kinerja kognitif perempuan relatif meningkat terhadap laki-laki yang di negara-negara yang meninggalkan sikap tradisional terhadap peran gender.
Penelitian yang dilakukan sebuah tim dari University Paris-Dauphine, Norwegian Institute of Public Health dan Columbia University telah menganalisis hasil tes kognitif dari para laki-laki dan perempuan yang berusia antara 50 sampai 93 tahun di 27 negara, termasuk Eropa dan Amerika Serikat.
Dilansir dari Science Daily, Eric Bonsang, penulis utama penelitian tersebut mengatakan bahwa penelitian ini merupakan usaha untuk menjelaskan akibat buruk dan merugikan dari ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan perempuan pada masa tua.
"Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para perempuan yang tinggal di negara-negara yang berkesetaraan gender memiliki nilai tes kognitif yang lebih baik pada masa tua, dibandingkan dengan para perempuan yang hidup di masyarakat yang tidak setara gender. Bahkan, di negara-negara berkesetaraan gender, kinerja kognitif perempuan relatif lebih tinggi daripada laki-laki."
Sebelumnya, Bonsang dan rekan-rekan peneliti lainnya telah mengamati bahwa perbedaan nilai tes kognitif pada laki-laki dan perempuan sangat bervariasi. Di negara-negara Eropa Utara, misalnya, para perempuan mengungguli laki-laki dalam tes ingatan, sementara hal yang sebaliknya tampak jelas di beberapa negara Eropa Selatan.
Situs EurekAlert melaporkan, Eric Bonsang mengatakan bahwa hasil pengamatan ini memicu keingintahuan para peneliti untuk memahami apa yang menyebabkan variasi seperti ini terjadi, selain faktor ekonomi dan sosioekonomi. Mereka meneliti apakah faktor sosiokultural, seperti peran gender, juga berkontribusi pada kinerja kognitif.
Para peneliti menemukan bahwa para perempuan yang tinggal di lingkungan masyarakat yang masih bersikap tradisional terhadap peran gender cenderung tidak atau kurang memiliki akses untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan dan pekerjaan. Oleh karena itu, pada masa tuanya, kinerja kognitif mereka lebih rendah dibandingkan laki-laki yang seumuran.
Situs berita Independent memberi contoh negara Swedia, yang masyarakatnya tidak memandang dan menerapkan peran gender secara tradisional, kecerdasan para perempuannya melebihi laki-laki. Sementara Ghana, di mana masyarakatnya masih menerapkan peran gender secara tradisional, terjadi sebaliknya. Laki-laki lebih cerdas dari para perempuannya.
Setelah menganalisis hasil temuan mereka dengan lebih seksama, para peneliti melihat hubungan antara kecerdasan perempuan dengan tingkat kesenjangan gender di suatu negara.
Bahkan di negara-negara yang menerapkan kesetaraan gender, tidak hanya terlihat kesamaan kemampuan kognitif antara laki-laki dan perempuan, bahkan di usia 50 tahun lebih kinerja kognitif perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dengan judul As You Sow, So Shall You Reap: Gender-Role Attitudes and Late-Life Cognition menunjukkan bahwa kesenjangan gender yang lebih kecil membuat kesempatan pendidikan yang lebih baik bagi para perempuan, yang akhirnya akan mendorong peningkatan kemampuan dan kecerdasan mereka.
"Temuan ini memperkuat kebutuhan akan kebijakan yang bertujuan mengurangi ketidaksetaraan gender, kami telah menunjukkan bahwa ketidaksetaraan gender memengaruhi pasar tenaga kerja dan ketidaksetaraan penghasilan," kata Bonsang.
Bonsang menambahkan, "Penelitian ini juga menunjukkan betapa pentingnya mempertimbangkan pengaruh yang tampaknya tidak berwujud, seperti sikap, pola pikir dan nilai budaya, saat kita mencoba memahami penuaan kognitif."
Mereka menyimpulkan bahwa populasi global orang-orang lanjut usia telah meningkatkan pentingnya pemahaman bagaimana gender mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas mereka.
Selain itu, sikap tentang peran gender merupakan faktor yang penting bagi perempuan pada masa tua, sehingga pengurangan ketidaksetaraan gender di seluruh dunia sangat diperlukan. Karena, untuk berbagai alasan, mulai dari konflik hingga perubahan iklim, lingkungan sangat membutuhkan peran perempuan. (Beritagar.id/f)