Medan (SIB)-
Jumat Agung dan Paskah mengingatkan Ev Pelegia Situmorang pada suaminya, almarhum Kompol Anumerta AKP Andar Yonas Siahaan SH. Tahun lalu, menjelang ari hamamate jasad suaminya, yang wafat karena tragedi berdarah di Simalungun, disemayamkan di kediaman Jalan Pintu Air IV Gang Kelapa Simalingkar B, Medan Johor. Saat pengebumian, seluruh pejabat di Sumut bahkan dari Jakarta ikut mendoakan almarhum dan mengantar ke peristirahatan terakhirnya.
Sepuluh tahun lalu, Mardiyani Br Pinem mengalami hal serupa. Suaminya, Budi Utomo Karokaro wafat di Kuala Lumpur, Malaysia. Saat itu, fungsionaris Pemuda Panca Marga yang putra pahlawan dari Tanah Karo itu sedang membawa misi mengentaskan artis nasional Ramona Purba ke level internasional. Ketika jasad suami dibawa ke Tanah Air dan dimakamkan, pelayat ikut berduka dan memuji apa yang dilakukan Budi Utomo Karokaro.
Semeninggal suami, Ev Pelegia Situmorang dan Mardiyani Br Pinem single parent membesarkan anak-anak. “Meski tanpa suami, saya optimis membesarkan dan mengantar anak-anak,†ujarnya memaksimalkan sikap mengantar buah hatinya — Mei Stephanie, Lestari dan Daniel — menjadi manusia yang berhasil. “Sedih tetap harus sedih, berduka tetap berduka. Tapi anak-anak perlu kasih sayang. Saya harus tegar dan tidak perlu menangis,†ujar Ev Pelegia Situmorang saat itu usai dikunjungi anggota Komisi III DPR RI Edy Ramli Sitanggang dan rombongan.
Ev Pelegia Situmorang mendekatkan diri denganNya dan membawa anak-anak dalam pelayanan yang dilakukannya. Hal serupa dikerjakan Mardiyani Br Pinem. “Aku harus tersenyum di depan semua orang, khususnya keluarga, istimewa pada anak-anak. Kalau air mata harus jatuh, aku masuk ke kamar atau mendekap Injil,†kenangnya di Sei Silau 84 Medan, Rabu, (16/4), didampingi putri tunggalnya, Yoseina Vinka br Karo BSc (Hons). Seorang lagi buah hatinya, Bambang Karo Karo BSc (Hons) mengabdi di bank internasional yang pusat kantor wilayah Asia - Pasifik di Singapura.
Saat suaminya dipanggilNya, kedua buah hatinya masih sekolah. Membesarkan seorang diri, yang dipisah oleh jarak, membuat Mardiyani br Pinem harus menjadi wonder woman sesungguhnya. Satu sisi, harus menghidupi keluarga dengan usaha, di sisi lain harus mengisi kasih sayang untuk anak-anak dan dituntut untuk tegar. “Hanya padaNya semua diserahkan,†kenangnya sambil mengatakan kadang dalam perjalanan seorang diri, menitik air mata. “Tetapi saya harus menunjukkan sebagai wanita hebat di mata anak-anak, yang kebetulan memang dekat secara hati dan fisik.â€
Yang paling menyesak dada, putrinya justru limbung bahkan tumbang. Mardiyani br Pinem berupaya menguatkan. “Saya yakin, apa yang dilakukanNya adalah rencana terindah. Apalagi kejadiannya dekat Jumat Agung dan Paskah. Tetapi saat awal, sebagai manusia, saya tak menggapai sampai ke situ. God works in His very mysterious way."
Mardiyani Br Pinem mengatakan, sungguh tidak mudah melalui itu semua sebagai seorang single parent tapi perempuan harus bisa dan memang mampu. “Yang menghibur hati dan menguatkan, ketemu rekan yang mengenal suami dan mengenang dan menceritakan kebaikan hatinya. Memang selama hidup berdampingan dengan almarhum, yang paling menonjol adalah sifat suka menolongnya. Bagi dia semua manusia adalah orang baik. Susah kadang untuk mengikuti cara berpikirnya. Kalo kita bicara karena, mungkin putaran karma yang ditinggalkannya buat kami adalah karma baik, dengan banyaknya kemudahan, pertolongan, dan kasih dari teman-teman, serta yang paling utama adalah pertolongan Tuhan.â€
(T/Rel/R9/ r)