Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa habiskan waktu di layar atau gadget picu pikiran bunuh diri remaja.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Youth and Adolescence mengungkapkan bahwa di antara remaja perempuan, banyak waktu yang dihabiskan untuk menonton TV, bermain video game atau di media sosial secara bertahap meningkatkan pikiran remaja untuk bunuh diri di tahun-tahun berikutnya.
Penggunaan video game untuk remaja laki-laki terutama jika ada cyberbullying juga dikaitkan dengan perasaan bunuh diri di masa dewasa muda.
Penulis studi utama Sarah Coyne, yang juga direktur asosiasi School of Family Life at Brigham Young University, mempelajari kelompok remaja yang sama selama periode 10 tahun, dimulai pada usia 13.
Dia menekankan bahwa waktu layar bukanlah penyebab dari pikiran untuk bunuh diri melainkan hanya terkait.
"Ini korelasional, bukan penyebab," kata Coyne kepada New York Post seraya mencatat bahwa hal itu dapat mengarah pada "beberapa pengalaman negatif" bagi pemirsa muda dan pengguna web.
Menonton televisi yang berlebihan, misalnya, dapat menghalangi pengalaman sosial formatif lainnya.
"Anda mungkin menghabiskan lebih sedikit waktu tatap muka dengan orang," katanya.
Sementara itu, pecandu Instagram dan TikTok yang sedang berkembang rentan terhadap perasaan cemburu, cemas, dan ketakutan karena ditinggalkan.
"Remaja belum siap untuk semua yang akan mereka temui di media sosial," kata Coyne.
Spesialis dan terapis keluarga di Rutgers University School of Mental Health, PJ Wenger mengatakan bahwa orangtua tidak perlu panik dan menyita gadget anak-anak mereka dulu.
"Tidak ada persamaan pasti yang mengatakan bahwa peningkatan waktu layar sama dengan bunuh diri," kata Wenger.
"Namun, menarik diri dan tidak berhubungan dengan keluarga dan teman adalah salah satu tanda bahwa seseorang bisa bunuh diri," katanya.
Dia mengatakan bahwa masuk akal bagi orangtua untuk menerapkan batasan, seperti batasan waktu pada waktu layar agar tidak menjadi masalah.
"Jika seorang anak menghabiskan seluruh waktunya di layar dan Anda mengkhawatirkannya, ya, Anda harus membatasi waktu layar," kata Wenger.
Mengganti aktivitas virtual dengan kesenangan offline adalah cara yang bagus untuk memastikan remaja tetap membumi.
"Kami tahu bahwa koneksi adalah bagian yang sangat penting untuk membantu orang tidak merasa tertekan."
Coyne mengatakan bahwa dengan anak-anaknya sendiri, dia membatasi penggunaan media sosial mereka menjadi 20 hingga 30 menit sehari. Dia juga mendorong putrinya yang berusia 13 tahun untuk berpikir kritis dan memperhatikan waktunya saat online.
"Kami berkata, 'Saat Anda menggunakan TikTok, bagaimana perasaan Anda? Siapa yang kamu ikuti ?'" katanya. "Jika merasa mereka menjatuhkan Anda, atau Anda merasa buruk tentang diri sendiri, Anda perlu berpikir, 'Mungkin saya perlu istirahat,' atau 'Mungkin saya tidak perlu mengikuti orang ini.'" (CNNI/d)
Sumber
: Hariansib edisi cetak