Ini cerita tentang Lia, sahabatku yang ceria. Tetapi, keceriaan itu akhir-akhir ini, hilang. Semula kupikir karena fokus pada sekolah. Maklum, sudah di kelas terakhir yang mewajibkan lebih fokus.
Tetapi, ketika fase #DiRumahAja, Lia masih tetap sibuk. Sibuk banget. Tak ada lagi waktunya untuk bermain dengan kami. Bahkan untuk membalas komen di akun media sosial, tak pernah. Apa yang salah pada kami, khususnya aku hingga ia terus abai?
Mencari tahu ke sana ke mari, diperoleh jawaban bahwa Lia sibuk mengurus ibunya yang sakit. Dirawat. Sepanjang hari Lia harus berada di sisi ibunya.
Bila tidak di rumah sakit, Lia pulang ke rumah mengurus pekerjaan di rumah. Biasanya ibunya yang menangani seluruh urusan rumah tapi sekarang Lia yang mengambil alih.
Lia hebat. Semua pekerjaan dilakukan sendiri. Berarti ada hikmahnya juga kondisi #DiRumahAja karena lebih total dan fokus membantu. Di celah menjaga ibunya, ia belajar.
Kadang aku mengunjunginya ke rumah. Tukar-menukar informasi dan saling bekerja. Aku pun jadi mulai mengerti dengan pekerjaan rumah. Selain cuci piring, aku sudah sapat memasak nasi yang hasilnya sempurna. Tidak lembek karena kebanyakan air dan tidak keras karena kekurangan air. Aku juga sudah bisa memasak sayur dengan rasa kafe. Itu semua karena belajar dari Lia.
Saat sahabatku berulang tahun, aku mengatur pertemuan dengan kawan-kawan. Sekadar memberi kado dengan cara kami, ngeprank. Tapi, ya ampun... Lia tidak sempat. Ia lebih memilih bersama ibunya di rumah sakit.
Darinya aku tahu bahwa ibunya memberi hadiah giwang, kalung dan cincin dan emas murni. Saat ia cerita, becucuran air matanya. Soalnya, ia tak menduga sama sekali ibunya sudah mempersiapkan hadiah mewah.
Aku haru tapi ikut mengejeknya. Soalnya, hadiah dari ibunya seperti hendak menikah. Wkwkwk... Lia membenarkan.
Sehari setelah pertemuan itu, Lia tak bisa dihubungi. Padahal kami kawan-kawannya ingin ngeprank. Aku heran. Setelah sepekan tidak ketemu, baru aku tahu Lia menutup dari kami karena ibunya meninggal.
Ya Allah Tuhan... (f)