Perjalanan serta pengalaman hidup berperan penting dalam membentuk watak dan karakter, yang dianggap sebagai identitas seseorang. Sejumlah pelaku seni peran bahkan rela kursus dan terjun langsung menjalani kehidupan tokoh, untuk bisa mendalami karakter dan watak peran tokoh tersebut. Hal itu menjadi bagian menarik bagi Drs Terkelin Tarigan Sibero MM selama menjalani karirnya menyutradarai dan memproduseri berbagai acara musik dan drama TV.
Kepada SIB di Medan, (31/5), Drs Terkelin Tarigan Sibero MM mengatakan, pekerjaan dan karir dalam dunia televisi dimulai setelah diterima bekerja di TVRI Medan sebagai Floor Director. Sebagai hadiah atas kinerjanya, dia mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan Sutradara Televisi di TV Singapura, Pendidikan Producer di Paris, serta Jobtraining di ABC Sydney.
"Selain ikut dalam kerjasama dengan TV Thailand, selama di TVRI saya pernah meliput SEA Games Manila, ASEAN Song Festival di Manila, Filipina. Saat itu, saya membawa Andi Meriam Matalata dan Christin Panjaitan, dengan musisi Elfa Secoria dan Anton Issoedibyo," ujar warga Jakarta Selatan itu.
Disebutkan suami dari Sari Anum Sitepu itu, kecintaan di bidang produser atau dulu disebut pengarah acara itu muncul setelah menjalani sejumlah pendidikan sebagai director di luar negeri, yang menjadi modal baginya memproduseri sejumlah acara di TVRI serta drama dan film skala nasional. Diakui, hasil karya yang paling berkesan yaitu sinetron berjudul "Beri Aku Jalan" dengan penulis Yoseno Waas dan dibintangi Anna Tairas, Rina Hasyim, Erwin Ginting, yang memperoleh piagam sutradara terbaik di Bandung pada 1989.
"Karya yang lain puluhan. Serial drama yang paling berkesan antara lain Pak Belalang (13 episode) yang berlokasi di Stabat, Impal (cerita dari Karo yang dibuat dalam bahasa Indonesia) berlokasi di Tanah Karo. Kalau acara di TVRI yang paling berkesan yaitu Simphony Batak, yang menjadi juara I dalam acara Taman Bhinneka Tunggal Ika. Penyanyinya Rony Banjarnahor dan Tety Manurung diiringi musik orkestra lagu batak di Samosir. Suatu hal yang sangat berharga kalau acara yang disutradarai itu diterima masyarakat dengan baik," sebutnya.
Dijabarkan ayah dari Julians Andarsa, Paulus Boy dan Putri Gracetia itu, sejumlah tanggung jawab yang pernah dipercayakan kepadanya antara lain Kepala Produksi Drama dan Budaya TVRI Medan, Kepala Musik Orkestra dan Keroncong TVRI Pusat, serta Kepala Musik TVRI Bandung. Setelah pensiun pada tahun 1993, dia terlibat mendirikan TV Papua pada 2002, membangun TV Borobudur di Semarang, menjadi Advisor Teknik dan Produksi RCTI, serta General Manager Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
Mantan dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Interstudi Jakarta jurusan Penyiaran Televisi itu menjelaskan, ada 24 buku yang pernah ditulis antara lain Peta Okupasi Nasional Indonesia Bidang Penyiaran Televisi, Penyutradaraan Televisi, Produksi Televisi, Penulisan Naskah Televisi, 17 Format Acara TV dan lainnya. Merupakan kebanggaan bagi dirinya ketika menjadi menjadi Ketua Tim Penyusun Peta Okupasi Nasional Penyiaran Televisi, yang telah dilaunching oleh Kementerian Kominfo pada 25 April 2018 dengan No : 70/KOMINFO/BLSDM/KS/01.07/04/2018.
"Dunia pertelevisian di Indonesia sangat cepat perkembangannya, namun tidak didukung lembaga pendidikan vokasi pertelevisian baik di SMK maupun perguruan tinggi, yang jauh dari sistem manajemen produksi standar internasional. Hal ini terlihat jelas dari pengambilan gambar yang banyak mengabaikan ilmu komunikasi dan tata bahasa gambar televisi, jelasnya.
Besan artis Roy Marten itu mengaku tak pernah lupa bersyukur, karena memiliki keluarga yang sangat mendukung dirinya saat menjalani tugas dan pekerjaannya. Disebutkan, isteri tercinta Sari Anum Sitepu sangat memahami pekerjaannya yang banyak menyita waktu. Salah satu contoh, ia dan Sutradara Alm Edward Pesta Sirait pernah menghabiskan waktu 2 bulan di Barong Tongkok Kalimantan Timur saat memproduseri sinetron berjudul Suster Bulan yang naskahnya ditulis Alm Asrul Sani.
"Kami mengerjakan sinetron pesanan Bank Dunia untuk menggambarkan cerita tentang masyarakat yang tidak mau ke Puskesmas karena lebih percaya dukun. Untuk mencapai ke lokasi, kami harus masuk ke pelosok menggunakan speedboat selama seharian. Memang masyarakat di sana masih sangat terbelakang, karena mereka masih lebih mempercayai dukun daripada medis," kenangnya. (M15/t)