Persoalan rumah ibadah kembali mencuat ke permukaan. Izinnya dipersoalkan sehingga memantik reaksi dari orang-orang yang berbeda keyakinan. Meski situasi bisa segera dikendalikan dengan turunnya aparat keamanan ke lokasi menenangkan massa.
Perizinan rumah ibadah memang sangat kompleks. Kadang bukan tak diurus legalitasnya, namun sering terkendala akibat persoalan internal dan eksternal. Dari dalam, karena lambat dalam melengkapi berkas yang dibutuhkan, sementara dari luar karena keharusan rekomendasi dari warga sekitar.
Sebenarnya konstitusi menjamin kebebasan bagi warga dalam menjalankan ibadahnya. Jadi tidak alasan sebenarnya menghalangi orang lain dalam menjalankan keyakinannya. Entah itu dilakukan di rumah ibadahnya, atau di rumahnya sendiri.
Sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia tidak boleh menghalangi kebebasan beragama. Bahkan negara harus berada di barisan terdepan untuk melindungi dan menjamin setiap orang menjalankan keyakinannya. Secara teori dan idealnya, seharusnya tak ada lagi ancaman dan gangguan terhadap kegiatan keagamaan di negeri ini.
Namun faktanya, masih banyak rumah ibadah yang diganggu dengan berbagai alasan. Antara lain yang sering digunakan, tidak adanya sertifikat, izin mendirikan bangunan dan keberatan warga sekitar. Tekanan massa sering dijadikan alat pembenaran untuk menutup rumah ibadah.
Harus diakui, pemerintah setempat sering terlambat atau abai terhadap permohonan izin pembangunan rumah ibadah. Setelah ramai masalah di lapangan, barulah sibuk menerbitkan izin yang dibutuhkan. Kadang, korban sudah sempat ada dan dampaknya meluas ke mana-mana.
Memang tugas pemerintah memang sangat banyak dan aparatnya terbatas jumlahnya. Mengingat agama merupakan isu yang sensitif, maka wajar mendapat perhatian khusus. Pembangunan rumah ibadah harus mendapat prioritas, tanpa harus antre berlama-lama, layaknya nasabah kelas premium sebuah bank.
Aparat keamanan harus tetap siaga. Lebih baik memadamkan api saat masih kecil. Sebab jika kasus gangguan ke rumah ibadah dipolitisir akan bisa meluas. Fungsi intelijen diperlukan untuk mendeteksi potensi adanya konflik SARA.
Munculnya reaksi terhadap rumah ibadah sudah seharusnya menjadi koreksi. Diharapkan tidak memaksakan pendapat dan keinginan mendirikan rumah ibadah di suatu lokasi. Sangat bijak melakukan pendekatan ke masyarakat sekitar dan kemudian mengurus izin sesuai aturan yang ada. (**)