Tidak ada yang meragukan cinta Michael Bambang Hartono kepada bridge. Dalam usianya yang ke-78 tahun, keahlian pria terkaya di Indonesia itu mengantarkannya membela pasukan Merah Putih di tim bridge Asian Games 2018.
Kontribusi bos besar Djarum ini layak diapresiasi. Tampil di nomor supermixed team bersama Bert Toar Polii, Frangky Karwur/Jemmy Bojoh, dan Conny Sumampauw/Rury Andhani, Bambang meraih perunggu. Bambang dkk dinilai sudah berusaha sebaik mungkin selama bermain satu minggu di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta, 21-27 Agustus lalu.
Bukan hanya itu, kerja keras Bambang agar cabang olahraga (cabor) bridge bisa dipertandingkan di Asian Games 2018 sangat luar biasa. Dia mengaku butuh perjuangan keras karena olahraga yang meng gunakan kartu tersebut sempat mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, termasuk Komite Olimpiade Asia (OCA).
"OCA sempat menolak bridge dipertandingkan karena dianggap berbau judi. Mereka baru bisa menerima setelah dijelaskan bahwa pemain kelas dunia justru berasal dari negara Islam, seperti Pakistan, Mesir, Bangladesh. Dan, olahraga ini butuh daya analisis yang cerdas," ungkap Bambang, yang merupakan atlet tertua di kontingen Merah Putih pada Asian Games 2018 Jakarta-Palembang itu.
Perjalanan Bambang menggeluti olahraga bridge mungkin belum ada tandingannya di Indonesia. Semua berawal ketika dia masih belia atau berusia enam tahun, sekitar 1947. Ketika itu orangtuanya sedang bermain bridge di rumah, dan dia hanya menonton. Lantas, orang tuanya mengajaknya bermain karena kurang pemain. Bambang kecil pun jatuh cinta dengan olahraga tersebut. Pria yang menjabat ketua Dewan Pembina PB Gabsi periode 2014-2018 ini mengurai alasannya terus berkiprah di bridge.
Bridge bisa membentuk seseorang dalam mengasah kemampuan menganalisis. Bridge juga membuat kita bisa memetakan kekuatan dan kelemahan lawan. Dan, yang terpenting adalah bisa menjaga daya pikir alias tidak pikun. Di satu sisi, kita juga bisa belajar mengambil keputusan yang tepat dalam waktu yang relatif singkat. Ternyata, pemainan bridge ini juga berguna di aspek lain, misalnya pekerjaan. Terbukti, banyak orang hebat maniak bridge, seperti Bill Gates dan Deng Xiaoping," ungkapnya.
Hobi tersebut membuat Bambang hingga saat ini masih terdaftar sebagai atlet nasional di cabor bridge dengan mengoleksi banyak gelar juara di skala regional, nasional, bahkan internasional.
Di PON 2012 Riau misalnya, Bambang bersama timnya berhasil meraih medali perunggu untuk bridge beregu putra. Dalam rentang waktu puluhan tahun sebagai pemain bridge, Bambang mengakui bahwa pengalaman yang paling berkesan adalah saat melakukan perjalanan maraton untuk menjalani uji coba.
Selama hampir dua bulan, dia berkeliling Eropa dan Amerika Serikat. Bambang merupakan atlet paling tajir di Asian Games 2018. Berdasarkan laporan Forbes, Maret lalu, kekayaan Bambang mencapai USD16,7 miliar (Rp 225 triliun).
Selain itu, Bambang dan saudaranya, Robert Budi Hartono, menempati urutan ke-75 orang terkaya dunia versi Forbes. Bambang menyebut kekayaannya itu karena buah cinta bermain bridge.
"Jika Anda ingin menjadi pemimpin yang baik dan orang sukses, main bridge. Bridge itu seperti bisnis. Pertama Anda mendapatkan data dan informasi, lalu menganalisis informasi, dan kemudian Anda membuat keputusan. Jadi, bisnis, kehidupan nyata, dan bridge adalah sama," pungkasnya. (Okz/l)