Medan (SIB) -Buku Jujur Taon (BJT) "Pandita" (Pendeta) Batak dari tahun 1891-1959, setebal 1759 halaman yang dibagi dalam 4 jilid, diluncurkan dan didiskusikan di Gereja HKBP Resort Ampera Jalan Danau Jempang, Selasa (10/10). Buku ini ditulis oleh Ephorus Emeritus HKBP Pdt Dr JR Hutauruk di usianya yang ke-81 tahun 2017 ini dan diterbitkan Lembaga Pemberdayaan Media dan Komunikasi (LAPiK).
Jilid I pada BJT mengupas pelayanan pendeta di Distrik Angkola/Tapanuli Selatan (98 BJT), jilid II ada 61 BJT, tentang Distrik Humbang, menceritakan perjalanan para pendeta yang diutus Ephorus untuk melakukan pelayanan di daerah Asahan. Jilid III ada 50 BJT tentang Distrik Toba, Distrik Toba Hasundutan 15 BJT dan Distrik Samosir 21 BJT. Kemudian Jilid IV tentang Distrik Sumatera Timur (27 BJT), Distrik Medan-Aceh (10 BJT), Distrik Dairi (11 BJT), Distrik Jawa (12 BJT), Distrik Sibolga (11 BJT) dan Distrik Simalungun (12 BJT).
Buku ini menceritakan bagaimana pahit dan getirnya pelayanan pendeta HKBP termasuk dari alumni pertama seperti Pdt Markus Siregar, Pdt Johannes Siregar dan Pdt Petrus Siregar. Terlebih pada tahun 1940 orang Batak memulai kemandirian karena terjadi kekosongan pendeta waktu itu. Pemerintah kolonial Belanda menangkapi seluruh pendeta Jerman, karena kekejaman pemerintahan Nazi Hitler sehingga Jerman dianggap musuh.
Bahan penulisan buku-buku tersebut didapat dari keluarga pendeta terdahulu, karena pendeta pertama waktu itu menuliskan tentang pelayanannya serta kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat di daerah yang dilayaninya. Lewat buku-buku tersebut, Ephorus emeritus JR Hutauruk mengatakan betapa pentingnya dokumen dalam pelayanan seorang pendeta seperti BJT yang dituliskan para pendeta terdahulu.
"Karena Alkitab, Hukum Taurat, katehismus itu juga adalah dokumen. Dokumen itu sangat perlu, tidak hanya yang berkaitan dengan teologi dan nasehat, tapi juga dokumen berharga terkait asset HKBP yang ada di gereja masing-masing. Lewat buku inilah kita menghargai tulis tangan para pendeta terdahulu yang sudah menghadap Tuhan dari tahun 1891-1959," terangnya. Dia juga mengingatkan para pendeta, setelah membaca Alkitab jangan lupa juga membaca Koran SIB dan Koran lainnya. "Bukalah Bibelmu (Alkitab), tapi jangan lupa membaca Koran SIB dan media lainnya, karena di koran itulah "ngolu" yang engkau khotbahkan," tutur Hutauruk kelahiran Tigadolok Simalungun 1936.
Ada dua pembanding pada diskusi tersebut yakni Pdt Ro Sininta Hutabarat MTh (Sekjen GKPI) dan Pdt Jonni Manurung MTh (GMI), Dr Janpatar Simamora SH MH sebagai moderator. Hadir juga Pdt Dr Robinson Butarbutar (Dosen STT HKBP), Pdt Dr Apeliften Sihombing (Dosen STT HKBP P Siantar), Pdt Laurensius Pasaribu, Pdt Resna Tiorasi Malau (Pendeta Resort Ampera/tuan rumah), Ketua PGID Medan Pdt Martin Manullang MM, Pdt Sahat P Siburian MSi (editor buku), Wakil I Pemred Harian SIB Ir Parluhutan Simarmata dan lainnya.
Pdt Ro Sininta Hutabarat mengatakan, BJT dan buku-buku lainnya tulisan Ephorus Emeritus JR Hutauruk sangat berharga dan bermanfaat untuk dibaca. Terlebih untuk para pendeta, terkhusus alumni STT HKBP P Siantar yang pernah menjadi mahasiswa Emeritus JR Hutauruk. Dia mengingat perkataan Pdt Justin Sihombing: "Jamitangku do ngolungku, jala ngolungku do jamitangku" (khotbah adalah hidupku dan hidupku adalah khotbah). Itulah yang nampak pada diri para pendeta Batak pertama.
"Meski banyak cobaan yang dihadapi, tapi para pendeta Batak pertama tidak pernah gentar menyelesaikan pelayanannya. Mereka tidak menjadi pendeta birokrat, tapi sungguh-sungguh melayani jemaat. Itulah yang mendorong GKPI pada tahun 1964 membuat motto: melayani bukan untuk dilayani". Pendeta Batak pertama sangat tekun dalam penderitaan, terlebih melihat tingkah laku jemaat. Mereka dikuatkan Tuhan, seperti pesan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya : Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku," paparnya.
Pdt Jonni Manurung mengatakan, banyak yang ditulis pendeta Batak pertama yang menyatakan tentang kebaikan dan tuntunan Tuhan. Seperti yang dituliskan Pdt Fredrick Panggabean, Pdt Justin S Hutasoit, Pdt Cyrellus Simanjuntak, Pdt Israel Tambunan, Pdt Melanchton Hutauruk dan Pdt Hercules Marbun. Banyak cerita yang dikisahkan mereka seperti perperangan antar desa, pemasungan, dan lainnya. Juga dituliskan pentahbisan Ephorus, Praeses, serta budaya seperti nilai dan makna ulos Batak, sehingga tulisan BJT tulisan Emeritus JR Hutauruk sangat bermakna untuk dibaca.
Pdt Dr Robinson Butarbutar mengatakan, pelayanan pendeta Batak pertama tidak mutlak dari akademisi. Tapi teologis arus bawah, Allah yang bekerja bersama umat. Para pendeta selalu belajar tentang teologi, sosiologi dan budaya, di situlah firman itu hidup. Pendeta Batak pertama punya karakter unggul yang selalu dikumandangkan. Mereka memiliki motivasi melayani, cermat, pekerja keras, tahan menderita dan menghadapi banyak tantangan, apalagi setelah tahun 1940.
Direktur Eksekutif LAPiK Manohom H Aritonang mengatakan, sejak tahun 2013-2017, Ephorus Emeritus JR Hutauruk sudah menulis 9 judul buku, termasuk empat jilid Buku Jujur taon pendeta Batak 1891-1959. Dia melihat buku-buku itu berlandaskan perspektif sejarah gereja dan "martondi huria". "Saya tidak tahu persis apa terjemahan martondi huria dalam bahasa Indonesia, boleh jadi dapat disebut "memiliki sukma kehidupan jemaat. Perspektif sejarah gereja dan karakteristik martondi huria tentu selaras dengan bidang keahlian Pdt DR JR Hutauruk dengan bidang keahlian doktor sejarah gereja dan sebagai pendeta (hamba Tuhan).
Ir Parluhutan Simarmata, mewakili Pemred Harian SIB GM Immanuel Panggabean BBA mengatakan, harian SIB sangat berterima kasih kepada Pdt Dr JR Hutauruk yang aktif menulis buku-buku yang menambah ilmu pengetahuan teologis para pelayan Tuhan dan para jemaat, termasuk buku jujur taon pendeta Batak.
"Semoga buku-buku tersebut bisa diturunkan kepada para pendeta muda, agar lewat buku itu, pelayanan mereka menjadi firman seperti yang dilakukan pendeta Batak pertama," tuturnya.
(A10/f)