Jakarta (SIB)
Komisioner Ombudsman Ahmad Suadi menganggap seharusnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi Nadiem Makarim memasukkan agenda pemerataan infrastruktur dalam salah satu prioritas lima tahun ke depan. Menurutnya itu penting karena masih banyak ketimpangan kondisi bangunan sekolah.
"Untuk sekarang ini pemerataan dan kesetaraan kualitas penting," ucapnya, Senin (10/2).
Suadi yakin masih begitu banyak sekolah daerah pedalaman dan perbatasan yang membutuhkan renovasi. Dia mencontohkan di Papua terutama di daerah pegunungan.
Dia mengamini bahwa saat ini pemberdayaan teknologi untuk kegiatan belajar mengajar memang perlu diterapkan. Namun, bukan berarti pemerataan infrastruktur jadi diabaikan. Dia yakin kondisi sekolah yang buruk bisa mengurangi semangat siswa untuk belajar.
"Sejauh ini pemerintah lebih mengejar standar internasional ketimbang mengurusi rakyatnya sendiri yang tertinggal," kata Suadi.
Pemberdayaan teknologi, kata Suadi, harus dilakukan berdasarkan prinsip pemerataan dan kesetaraan. Daerah tertinggal harus menjadi prioritas dalam misi pemerataan.
"Perlu kebijakan asimetris dalam hal ini. Daerah dan wilayah paling tertinggal harus diberi prioritas utama. Kalau tidak begitu yang tertinggal akan terus tertinggal, sementara yang sudah maju terus dipupuk," kata Suadi.
Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan merupakan urusan yang bersifat konkuren. Artinya, pemerintah pusat dan daerah sama-sama bertanggung jawab.
Pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendikbud, diberi anggaran dan juga mengalokasikan untuk renovasi sekolah. Pemerintah daerah juga diberikan dana transfer daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dari Kementerian Keuangan untuk merenovasi sekolah.
Berkenaan dengan hal itu, Suadi menilai Kemendikbud dan pemerintah daerah harus berkoordinasi lebih baik. Pula dengan Kemendagri selaku pembina pemerintah daerah. Suadi menganggap itu perlu dilakukan agar misi pemerataan fasilitas sekolah berjalan dengan optimal.
"Dalam implementasinya ada pembagian tugas. Namun sama-sama harus bertanggung jawab," imbuhnya.
Pada 2019, merujuk data Kemendikbud, jumlah kelas rusak berat dan total lebih mendekati 150 ribu. Angka itu belum termasuk kondisi ruang kelas kategori rusak sedang dan ringan.
Jumlah ruang kelas yang rusak pada 2019 juga bertambah ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Pada 2015, kategori kelas rusak berat dan rusak total sebanyak 153.410. Berkurang pada 2016 menjadi 128.132.
Kelas rusak berat dan total pada 2017 sebanyak 129.780. Masih merujuk data Kemendikbud, angka ruang kelas rusak berat dan rusak total sepanjang 2018-2019 meningkat hingga 141.752. (CNNI/d)