Kepala Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores Shana Fatina menjelaskan langkah konkret pelibatan warga dalam hal menjadikan wisata di Labuan Bajo jadi pariwisata berkelanjutan.
Menurut Shana, ia ingin menjadikan Labuan Bajo sebagai gerbang wisata untuk Nusa Tenggara Timur. Pada dasarnya, setelah wisatawan datang ke Labuan Bajo, selanjutnya ia akan berwisata juga ke daerah sekitar sana.
“Banyak yang melihat hanya Labuan Bajo yang dikembangkan. Padahal bukan itu konteksnya. Labuan Bajo hanya akan jadi hub saja. Setelah wisatawan datang, dia bisa wisata ke Sumba, Timor, tempat lainnya juga,†ujar Shana ketika ditemui di acara forum pariwisata Quality Tourist, Super Quality Destinations, Wonderful Indonesia di MarkPlus Main Campus EightyEight@Kasablanka Lantai 8, pada Jumat (28/2).
Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores telah mengembangkan konsep ini.
Mereka telah berkeliling ke 11 kabupaten yang ada di sekitar kawasan wisata Labuan Bajo untuk berkoordinasi dengan masyarakat serta pemerintah daerah setempat.
Mereka juga berkoordinasi dengan para bupati untuk membuat program memperkenalkan wisata berkelanjutan ini pada masyarakat.
Salah satu program yang akan dilakukan akan perkenalan materi soal pariwisata pada anak-anak sekolah di Labuan Bajo.
Mereka akan menyusun muatan lokal bersama para stakeholder seperti NGO dan juga komunitas tentang konservasi dan pariwisata untuk kemudian dimasukkan ke kurikulum sekolah dasar.
“Karena 40% anak di Labuan Bajo itu tidak pernah lihat komodo. Sederhananya seperti itu. Kami ingin membuat mereka aware bahwa mereka punya harta karun yang luar biasa,†tutur Shana.
“Kemudian kedua, pendekatan ke pemda kabupaten. Kami ingin membuat mereka memahami aset-aset yang ada ini, bagaimana langkah yang bisa mereka lakukan untuk pengelolaan tapi tidak mengurangi nilai jual pariwisata,†lanjutnya.
Saat ini, Shana memaparkan bahwa pihak-pihak yang terlibat sedang dalam proses penyusunan dokumen yang diperlukan untuk pengenalan wisata berkelanjutan ini.
Penyamaan konteks soal narasi dan literasi pariwisata untuk objek-objek yang ada di Labuan Bajo harus dilakukan lebih dahulu.
Nantinya, dengan penyamaan konteks tersebut masyarakat bisa menyampaikan dan menceritakan ulang soal pariwisata di daerahnya ini dengan cara yang sama.
Berwisata ke Labuan Bajo bukan sekadar untuk melihat alam yang indah saja tapi juga banyak pelajaran yang bisa didapatkan dan itu semua diberikan langsung oleh masyarakat lokal.
Pelibatan masyarakat juga bukan hanya dengan memberikan pengetahuan soal pariwisata lewat kurikulum sekolah, tapi juga lewat pengembangan paket wisata premium untuk pasar wisatawan premium minat khusus.
“Intinya bagaimana masyarakat bisa mendapatkan manfaat paling besar. Di Taman Nasional Komodo itu ada tiga desa. Rencananya kami akan mengembangkan paket-paket wisata premium untuk pasar premium,†jelas Shana.
“Jadi masyarakat yang sudah memiliki pengetahuan baik akan berinteraksi dengan orang-orang yang juga berkualitas. Itu mengurangi risiko terjadinya isu sosial,†sambung dia.
Berbagai masalah memang kerap terjadi ketika mass tourism diterapkan. Banyak wisatawan yang tak mengerti soal budaya lokal di suatu daerah, melakukan hal yang tidak disukai masyarakat lokal, dan akhirnya menimbulkan isu sosial.
Shana mengklaim, dengan adanya konsep baru ini semua orang khususnya masyarakat lokal akan lebih diuntungkan. Salah satunya melalui penerimaan keuntungan.
Sebelumnya, tiket masuk ke Taman Nasional Komodo langsung dialihkan ke pemerintah pusat.
Dengan cara ini, ketika dimanfaatkan langsung di destinasi wisata dengan adanya berbagai paket wisata premium, masyarakat lokal yang akan langsung mendapat manfaatnya.