Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengapresiasi inovasi yang dilakukan Polri memberlakukan tindak pelanggaran secara elektronik (e-tilang) bagi pengendara dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.
Lebih spesifik Agus mendukung langkah Polri melayani publik yang transparan dan akuntabel dengan pengawasan dari masyarakat.
"Rakyat harus partisipatif dan mengontrol agar lebih baik," ujar Agus terkait kebijakan e-tilang.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menekankan e-tilang memudahkan pelayanan masyarakat untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas.
"Layanan online ini diharapkan meningkatkan kualitas penegakan hukum lalu lintas sehingga pelanggar tidak perlu hadir di persidangan," ujar Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Tito menuturkan pengendara yang terkena tilang bisa membayar denda melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank yang telah ditunjuk.
Selain e-tilang, Korps Lalu Lintas Polri juga meluncurkan program e-samsat dan SIM online yang berbasis e-KTP agar memudahkan permohonan SIM baru maupun perpanjangan.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat petugas telah menindak e-tilang terhadap 2.146 pengendara yang melanggar sejak pekan terakhir Desember 2016 hingga pekan pertama Januari 2017.
Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Budiyanto menyebutkan petugas akan menerapkan penindakan e-tilang secara konsisten terhadap pengendara yang melanggar.
Budiyanto mengungkapkan petugas kepolisian maupun pengendara harus beradaptasi terhadap perkembangan sistem teknologi termasuk e-tilang untuk memudahkan masyarakat.
Setelah e-tilang diberlakukan maka lembaga berwenang akan menindaklanjuti penegakan hukum melalui alat elektronik atau "Electronic Law Enforcement" (ELE).
Budiyanto menyatakan sudah saatnya masyarakat Indonesia beralih dari sistem konvensional menuju perkembangan teknologi digital untuk meningkatkan pelayanan prima terkait penegakan hukum yang transparan, akuntable, transformatif dan mudah diakses.
"Hal itu diharapkan dapat mengurangi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dari aparat," ujar polisi perwira menengah itu.
Penegakan hukum e-tilang, menurut Budiyanto, menyampaikan pesan sebagai langkah pencegahan, edukasi, membangun peradaban dan budaya disiplin berlalu lintas.
KENDALA DAN SOLUSI
Budiyanto mengaku penindakan e-tilang yang diberlakukan sejak 30 Desember 2016 itu masih menghadapi sejumlah kendala, baik dari petugas maupun pengendara yang melanggar aturan.
Budi mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi yakni pelanggar harus menitipkan denda maksimal ke bank yang ditunjuk, walaupun nanti ada amar putusan nominal dari pengadilan yang memberikan peluang dapat mengambil sisa uang titipan (amar putusan biasanya lebih kecil dari titipan uang di bank).
Beberapa kekurangan lainnya seperti petugas lupa mengganti tanggal dan lokasi persidangan, serta kesalahan penetapan nominal denda.
"Ada sedikit kendala namun masih tahap wajar untuk dicarikan solusi dengan lembaga terkait lainnya," tutur Budiyanto.
Sementara itu, pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen Agus Pambagio mengutarakan petugas kepolisian pada kota besar di Indonesia akan menghadapi sejumlah kendala untuk mengendalikan pelanggaran lalu lintas.
Hal itu disebabkan pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak terkendali dan tingkat kedisiplinan pengendara terhadap aturan lalu lintas yang rendah.
Berdasarkan data Ditlantas Polda Metro Jaya, peningkatan jumlah kendaraan di Jakarta mencapai 12 persen per tahun atau meningkat 5.500 unit per hari yang diperkirakan didominasi sepeda motor sebanyak 21,5 juta unit.
Catatan jumlah tindakan pelanggaran pengendara di wilayah hukum Polda Metro Jaya selama 2016 mencapai 1,3 juta kasus yang potensial mengumpulkan dana untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Agus menuturkan kepolisian memberlakukan e-tilang mulai 1 Januari 2017 dengan tujuan meningkatkan kedisiplinan pengendara dan meningkatkan pendapatan negara sehingga menambah tunjangan petugas agar tidak terjadi praktik suap di jalanan.
Agus menguraikan kondisi tingkat kedisiplinan pengendara akibat mudahnya mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan lemahnya penegakan hukum di jalan raya, serta praktik korupsi di tingkat pengadilan.
Pemerhati kebijakan publik itu menyarankan penggunaan sistem online atau e-tilang dapat mengurangi praktik suap maupun korupsi yang dilakukan oknum petugas dan pengendara untuk mempercepat menyelesaikan pelanggaran.
Namun e-tilang harus dilakukan bersama "Electronic Registration Identification" (ERI) atau Daftar Registrasi Elektronik terkait dengan kepemilikan kendaraan bermotor.
Seluruh Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) harus atas nama pemilik terkini atau kendaraan sudah harus langsung balik nama ketika dipindahtangankan kepemilikannya.
"Saat terjadi pelanggaran maka surat e-tilang akan dikirim langsung kepada pemilik kendaraan," tutur Agus.
Agus memperkirakan pelaksanaan e-tilang akan mengalami kendala karena belum didukung infrastruktur seperti kamera tersembunyi pada setiap sudut, tabel denda pelanggaran dan sikap aparat di jalan maupun pengadilan.
Guna mendukung penegakan e-tilang maka Agus menyampaikan seluruh aturan perundangan-undangan harus secepatnya dilengkapi, pengadilan segera menerbitkan tabel denda dan menyosialisasikan kepada masyarakat dan proses edukasi menyadarkan masyarakat secara berkelanjutan agar tidak menyuap petugas.
Peningkatan pengawasan e-tilang dilakukan melalui dukungan ERI agar berjalan efektif, optimal dan tidak salah alamat, dan selanjutnya pemanfaatan PNBP dari e-tilang sungguh-sungguh dimanfaatkan bagi pemberian tunjangan atas kinerja petugas.
(Ant/q)