Jakarta (SIB)
Taufik Hasibuan berhasil meraih terbaik pertama pada Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional ke-28 cabang Khath Al-Qur’an golongan dekorasi. Ia merasa keberhasilannya karena melibatkan Allah dalam prosesnya. Maksudnya, ia senantiasa menjaga wudhunya saat berkarya.
“Selalu melibatkan Allah dalam setiap proses. Contohnya selalu menjaga wudhu selama proses menulis karena yang ditulis adalah ayat Al-Qur’an,†katanya pada Rabu (25/11).
Langkah demikian dilakukan senantiasa diiringi harapan agar mendapatkan keberkahan Allah swt. “Dengan begitu berharap Allah memberikan keberkahan di setiap goresan yg saya tulis,†lanjutnya.
Tentu prestasinya tersebut merupakan buah dari seringnya ia berlatih dan mencari referensi karya-karya dari para khattat (kaligrafer) lain. Ia juga mengaku sering meminta koreksi atas karya-karya yang dibuatnya. Ia juga rajin meminta pendapat ke senior dan guru-guru atas karyanya agar lebih baik ke depannya.
Bahkan, Taufik juga harus meninggalkan istri dan keluarganya demi berlatih di Pondok Pesantren Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) yang terletak di Sukabumi, Jawa Barat, selama dua bulan. Hal demikian demi menghasilkan karya terbaik pada MTQ Nasional Ke-28 di Padang, Sumatera Barat, sebagai bentuk syiar sebagaimana tujuan digelarnya MTQ.
“Tentu dengan berat hati meninggalkan istri dan keluarga. Di sana kami berlatih sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan kami dengan mengharapkan bisa menjadi yang terbaik,†kata santri Pondok Pesantren Al-Mukhlisin, Sibuhuan itu.
Taufik merasa sangat bersyukur dapat mengharumkan Sumatera Utara. Lebih dari itu, ia berharap bahwa prestasi ini dapat membawa banyak orang semakin mencintai Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. “Semoga dengan prestasi yg telah saya raih ini, semakin banyak teman-teman yang cinta dengan Al-Qur'an,†ujar pria asal Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara itu.
Ia mulai menyukai kaligrafi sejak duduk di bangku MDA (2005) melalui gurunya, Guru Tomi. Kemudian, ia semakin menggemari kesenian tulis itu saat melanjutkan studinya di MTs Pondok Pesantren Al Khoir melalui Ustaz Taman Raja Nasution. Ia terus menekuni kaligrafi di Pondok Pesantren Al Mukhlishin Sibuhuan dengan Ustadz Taman Raja Nasution dan Ustadz Adnan Yahya Hasibuan.
“Selama menjadi santri sudah sering mengikuti MTQ tingkat di kabupaten dan provinsi, tapi belum berhasil, masih sebatas peserta saja,†katanya.
Pada tahun 2014, Taufik semakin serius mendalami dunia yang begitu ia gemari itu dengan berangkat ke Sukabumi, tepatnya di Pondok Pesantren Lemka yang diasuh oleh KH Didin Sirojuddin AR., seorang maestro kaligrafi yang sejak tahun 1980-an telah diangkat menjadi dewan hakim.
Tahun 2015, ia kembali berlaga di MTQ tingkat Provinsi Sumatera. Barulah, ia berhasil menjadi terbaik pertama. Lalu, ia pun melaju di MTQ Nasional Ke-26 di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2016. Di sana, ia harus puas dengan berada di peringkat kesebelas.
Kemudian, pada MTQ Nasional Ke-27 di Medan, Sumatera Utara tahun 2018, ia merangkak naik dengan menduduki peringkat harapan kedua. Hingga pada akhirnya menjadi terbaik pertama pada MTQ Nasional ke-28 di Padang, Sumatera Barat tahun 2020.
Ia mengaku tidak memiliki alasan khusus menekuni kesenian kaligrafi Arab. Hanya saja, sejak mengenal kaligrafi, Taufik langsung tertarik dan berusaha menekuninya hingga sekarang. “Ya seperti orang bilang, kalau sudah sayang, bakal terus dipelajari dan ditekuni walaupun sulit,†ungkapnya.
Ke depan, Taufik berharap dapat meraih prestasi di tiga golongan kaligrafi lainnya, yakni naskah, hiasan mushaf, dan kontemporer. “Masih ada tiga cabang lagi yang ingin saya ikuti dengan berharap menjadi yang terbaik juga di cabang lain,†katanya.
Adapun di luar MTQ, ia ingin membuat sekolah kaligrafi untuk mendukung adik-adik yang mau belajar kaligrafi, khususnya di Kabupaten Padang Lawas. “Dengan begitu, ilmu yang saya dapat bisa terus mengalir dan bermanfaat bagi orang banyak,†pungkasnya. (NU Online/f)
Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak