Jumat, 14 Maret 2025

Sandal Untuk Anak

Oleh Upasaka Madyamiko Gunarko Hartoyo
Redaksi - Sabtu, 30 Januari 2021 10:29 WIB
591 view
Sandal Untuk Anak
Internet
Ilustrasi
Dalam berbagai hal ajaran Sang Buddha relevan diterapkan dalam kehidupan sehari hari, demikian juga dalam membantu orang tua mengajarkan ilmu kehidupan bagi anak anak. Hal ini akan memungkinkan pematangan emosi dan ketahanan emosional anak, di sisi lain juga membuat kehidupan sehari-hari sebagai orang tua jauh lebih mudah. Berikut adalah lima prinsip penting yang diilhami Buddha yang akan membantu dalam perjalanan kita menjadi orang tua.

Hal pertama adalah menyadari bahwa pikiran yang stabil adalah pikiran yang kuat. Stabilitas tidak datang dari keadaan eksternal, tetapi dari cara kita berhubungan dengan keadaan yang terus berubah: kita dapat memilih untuk mengembangkan pikiran yang stabil.

Sebagian besar dari kita memiliki kondisi mental bahwa naik turunnya kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang kita anggap "baik" atau "buruk": pelukan dan senyuman dari putri kita itu baik, saat terjebak kemacetan dan terlambat menghadiri rapat itu buruk. Ajaran Buddha mendorong kita untuk memenuhi semua peristiwa dengan ketenangan hati. Segala sesuatunya begitu saja, dan kita sendiri memberi kekuatan yang dalam untuk menerimanya. Kita dapat mengajarkan ini kepada anak-anak dengan memodelkannya sendiri menjadi teladan bagi anak kita. Latihan meditasi adalah cara yang bagus untuk mengembangkan pikiran yang stabil.

Hal kedua adalah mengundang konsep ketidakkekalan ke dalam hidup kita. Dalam budaya kita, kebanyakan dari kita menghindar dari gagasan bahwa banyak hal terus berubah. Kita menyukai rutinitas, kebiasaan, konsistensi. Tetapi ada kebijaksanaan agung dalam gagasan Buddhis bahwa segala sesuatu bergerak terus-menerus, dan selanjutnya, tidak kekal.

Bukan untuk menjadi tidak sehat, tapi kematian adalah bagian dari ini. Semua makhluk hidup mati; itu hanyalah siklus alami kehidupan. Kita dapat mengajarkan hal ini kepada anak-anak bukan sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi dengan mengenali proses alami kehidupan - apakah itu bunga yang layu, labu yang membusuk, atau daun yang berguguran di musim gugur.

Pada tingkat yang lebih jauh, anak anak bisa belajar menerima, daripada takut pada perubahan yang terjadi. Kita dapat mengajari anak-anak kita bahwa perubahan itu wajar dan cara terbaik untuk mengatasi ketidakkekalan adalah bersyukur setiap hari karena setiap hari berbeda dan unik. Syukur dapat dianggap sebagai kebalikan dari hak.

Prinsip berikutnya adalah belajar untuk menjadi tenang dalam kecemasan. Sangatlah bermanfaat memahami bahwa karena ketidakkekalan, kecemasan yang mendasari selalu ada. Kecemasan bukanlah tanda bahwa ada sesuatu yang salah, itu adalah pengalaman hidup di dunia yang tidak kekal. Jadi ini bukanlah perasaan yang bisa kita "perbaiki" dalam diri kita sendiri, atau pada anak-anak kita. Kecemasan adalah emosi normal yang dirasakan setiap manusia dan penderitaan kita di sekitarnya menghilang ketika kita mengakui dan menerimanya.

Prinsip keempat memberikan kita pemahaman bahwa kita hanya perlu cukup memperhatikan emosi anak , semua emosinya. Mengetahui bahwa emosi yang ada naik dan turun, kita dapat mengajari anak-anak untuk belajar memproses emosi mereka dengan cara yang paling alami - yaitu tetap hadir dan mengalaminya sampai mereka berlalu. Orang tua tidak perlu menghentikan proses ini untuk memperbaiki atau mengubah perasaan.

Prinsip terakhir adalah mempercayakan bahwa anak anak kita ulet. Dalam kehidupan sehari-hari, ada kehilangan dan kekecewaan. Banyak orang tua dewasa ini melindungi anak-anak mereka dari ujung ke ujung kehidupan secara berlebihan, dan ini adalah naluri alami orang tua. Namun, kita perlu menerima tantangan sebagai orang tua untuk membiarkan anak-anak memiliki perjuangan mereka sendiri yang "aman".

Ketika anak-anak dibiarkan berjuang, mereka lebih cenderung untuk mulai memecahkan masalah dan membangun ketahanan terhadap pasang surut kehidupan, tanpa perlu atau ingin diselamatkan oleh orang tua.

Saat kita berjalan di atas tanah, kaki kita mungkin terluka.Kita bisa meletakkan kulit kulit di mana pun kita berjalan, atau sekedar sebagai gantinya membungkus kulit di sekitar kaki kita dan membuat sepasang sandal.

Ketika kita berperan sebagai orang tua, kita akan lelah jika berpikiran meletakkan kulit untuk melindungi anak-anak dari sepanjang kehidupan, daripada mengajari mereka membuat sandal sendiri sehingga mereka dapat mengatasi rintangan mereka sendiri dan membangun ketahanan alami mereka sendiri. (c)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru