Jumat, 14 Maret 2025

Ketika Sakit Terjadi Pada Kita

Oleh : Upa. Madyamiko Gunarko Hartoyo
Redaksi - Sabtu, 19 Desember 2020 11:00 WIB
621 view
Ketika Sakit Terjadi Pada Kita
Internet
Ilustrasi
Tidak suka sakit adalah fakta kehidupan. Kita menderita karena kita mengawinkan keengganan naluriah kita terhadap rasa sakit dengan keyakinan yang tertanam kuat bahwa hidup harus bebas dari rasa sakit. Dalam melawan rasa sakit, dengan memegang keyakinan ini, kita memperkuat apa yang ingin kita hindari dan menjadikan rasa sakit sebagai musuh. Perlawanan terhadap rasa sakit inilah awal dari penderitaan kita.

Didorong ketidaknyamanan fisik, kita semakin menambahkan lapisan penilaian negatif pada penyakit kita: "Mengapa ini terjadi pada saya?" "Aku tidak tahan ini," dan seterusnya. Saat mengalami rasa sakit, kita selalu langsung melawan. Keyakinan buta pada pikiran kita, semakin memperkuat pengalaman fisik kita terhadap rasa sakit sebagai penderitaan yang berat. Meskipun kita secara intelektual dapat menerima Kebenaran Mulia Pertama Ajaran Sang Buddha terkait Adanya Penderitaan, namun ketika penderitaan itu terjadi pada kita, kita jarang bisa menerima keberadaan penderitaan.

Bagaimana praktek kebajikan yang dapat kita lakukan saat kita menjalani kehidupan dalam kesakitan? Menerapkan ungkapan "Menjadi satu dengan rasa sakit" atau "Tidak ada diri" (dan karena itu tidak ada yang menderita) tidaklah akan membantu atau menghibur. Pertama-tama kita harus memahami bahwa rasa sakit dan penderitaan kita benar-benar jalan yang harus kita lalui. Meskipun pemahaman ini tidak selalu berarti menyukai rasa sakit atau penderitaan, pemahaman ini membebaskan kita dari menganggapnya sebagai musuh yang harus kita taklukkan. Begitu kita memiliki pemahaman ini, yang merupakan perubahan mendasar dalam cara kita berhubungan dengan kehidupan, kita dapat mulai menangani lapisan rasa sakit dan penderitaan yang banyak kita alami.

“Lihatlah tubuh yang indah ini, banyak orang menganggapnya sangat berharga dan dirawat dengan sungguh-sungguh. Tetapi sesungguhnya tubuh ini tidaklah kekal, penuh luka, ditopang oleh sekumpulan tulang dan mudah sekali diserang penyakit”.
Dhammapada BAB XI: Jara Vagga 147

Kita terlahir dalam siklus kehidupan dengan tubuh yang berada di bawah pengaruh penderitaan mental dan karma, maka itulah menjadi tua dan menjadi sakit adalah sifat alami tubuh kita. Kita bisa merasa kasihan pada diri kita sendiri. Kita bisa menyalahkan orang lain. Kita bisa marah. Kita bisa membuat diri kita sendiri dan semua orang di sekitar kita sangat menderita, namun hal tersebut tidak menyembuhkan penyakit kita.

Kita harus melihat situasinya dengan jelas. Kita harus mengembangkan keberanian yang besar untuk melihat situasi yang kita hadapi, dan kemudian berusaha keras untuk menyadari sifat hakiki dari realitas yang ada. Salah satu caranya adalah dengan memeriksa pikiran dan melihat apa reaksi kita terhadap penyakit. Banyak di antara kita, ketika sakit pikiran menjadi sangat takut dan memulai cerita horor. Misalnya, ketika merasakan rasa sakit di dada banyak di antara kita yang menyimpulkan akan mengalami serangan jantung. Ketika lutut kita sakit, timbul ketakutan berlebihan akan lumpuh seumur hidup.

Apa yang awalnya kita miliki adalah sensasi ketidaknyamanan dalam tubuh - sensasi fisik. Dan bergantung bagaimana kita berhubungan dengan sensasi fisik itu, kita dapat menciptakan banyak penderitaan mental. Ketika kita bereaksi terhadap sensasi fisik itu dengan ketakutan dan semua cerita horor, kita menciptakan banyak penderitaan mental. Jika kita dapat menekan tombol "pause/jeda" pada cerita horor kita, dan hanya menyadari sensasi fisiknya, maka kita tidak perlu membuat terlalu banyak penderitaan mental.

Cara alternatif lain untuk menanggapi saat kita sakit adalah dengan mengatakan, "Alangkah baiknya saya sakit!"Ini kebalikan dari yang biasanya kita pikirkan, bukan? Penangkal Dharma untuk sebagian besar penderitaan kita adalah kebalikannya - tepatnya yang tidak ingin kita lakukan. Dalam hal ini berarti ketika kita sakit, bisakah kita berkata, "Hebat! Senang rasanya aku sakit."

Banyak di antara kita akan berkata betapa tidak warasnya mengatakan sesuatu yang bagus ketika kita sakit. Berikut penjelasannya, penyakit kita disebabkan oleh karma negatif yang kita ciptakan di masa lalu. Sekarang karma negatif telah matang dalam bentuk penyakit kita. Mungkin saja karma negatif itu sebenarnya memiliki kekuatan yang dapat menyebabkan kita terlahir kembali dalam kelahiran yang mengerikan (seperti mahluk neraka, hantu kelaparan, atau hewan) untuk waktu yang cukup lama. Jika kita melihatnya seperti itu, maka penyakit yang kita derita saat ini sebenarnya bukan sesuatu yang perlu ditakutkan. Tidak seburuk terlahir ke alam menderita.

Setiap kali kita mengalami sakit atau penyakit fisik, jika kita melihatnya dari perspektif ini, maka kita menyadari bahwa sebenarnya tidak terlalu buruk. Kita bisa menahannya ketika kita memikirkan bagaimana karma itu bisa matang dengan cara lain yang akan membawa lebih banyak penderitaan. Kita bisa merasa beruntung karma ini matang sekarang, jadi itu tidak akan mengaburkan pikiran kita lagi. Cara ini menjadi alat lain untuk digunakan saat merasa sakit. Jangan meremehkan kekuatan pikiran. Pikiran sangat kuat. Meskipun kita sakit, hanya kekuatan dari pikiran positif yang kita hasilkan dapat sedikit memengaruhi respon kita.

Mungkin lebih mudah berlatih jika kita sehat, tetapi tetap saja, jika sakit, kita harus berupaya menggunakan waktu dan energi apa pun yang kita miliki untuk berlatih. Meskipun tidak bisa duduk tegak, atau berbaring di tempat tidur, atau apa pun itu, tetaplah dapat memikirkan pikiran-pikiran yang baik. Kita harus bisa merenungkan hakikat realitas dan memikirkan tentang karma. Masih banyak hal baik yang bisa kita lakukan meski sedang sakit. Dan itu membuat hidup kita sangat berarti. (c)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru