Untuk menjalankan praktik ajaran Buddha, kita harus memiliki motivasi yang benar dan sesuai dengan apa yang diajarkan-Nya. Motivasi yang salah akan menghasilkan akibat yang tidak sempurna sehingga tujuan hakiki dari praktik tersebut menjadi tidak sempurna pula.
Secara umum, semua siswa Buddha mengetahui bahwa tujuan untuk melaksanakan Dharma Ajaran Guru Buddha adalah pembebasan, yaitu untuk keluar dari penderitaan (samsara). Tentu saja ini tidak salah. Namun jika berhenti pada titik ini, maka sesungguhnya kita belum memaksimalkan potensi diri kita ini.
Jika kita merenungkan perjalanan seorang Petapa Siddharta menjadi Buddha, sebenarnya kita bisa memetik makna yang dalam. Bahwa pertapaan yang keras di bawah Pohon Bodhi, di tengah Rimba Uruwela, sehingga kelak Petapa Siddharta menjadi Buddha, tidak sampai di situ saja.
Setelah mencapai kesempurnaan yang agung, Buddha tidak berhenti pada fase yang menurut kami, adalah puncak dari segala praktik yang dilakukan-Nya. Apa selanjutnya yang dilakukan oleh Buddha?
Ya, Buddha kemudian memutuskan untuk mengajarkan Dharma kepada umat manusia. Bahkan juga untuk semua makhluk dari berbagai alam kehidupan, dengan tujuan agar umat manusia juga bisa terbebas dari penderitaan.
Jadi,selain membebaskan diriNya, Petapa Siddharta setelah mencapai ke-Buddha-an juga tidak berdiam dalam zona kenyamanan.Tetapi dengan welas asih-Nya yang agung, masih memikirkan kondisi para makhluk yang sedang berenang di lautan samsara ini.
Maha Biksu Chin Kung, Guru Besar Sukhavati, pernah mengilustrasikan bahwa orang yang telah membekali dirinya dengan ajaran Buddha adalah bagaikan orang yang sudah memperoleh pelampung di tengah samudera yang ganas.
Dengan bekal pelampung ini, ia tidak ingin selamat sendiri. Tapi juga membantu orang lain yang sedang terapung, berenang tanpa kepastian, untuk juga bisa terselamatkan. Minimal dengan bekal pelampung yang dimilikinya, ia bisa lebih leluasa mencari bala bantuan.
Kekotoran batin (kilesa) membuat kita tidak leluasa untuk keluar dari lautan samsara ini. Khayalan dari ragam pikiran membuat kita terjebak dalam "zona kenyamanan palsu" sehingga membuat kita betah untuk berdiam di dunia penuh samsara ini dan enggan melihat hakikat kehidupan.
Tanpa praktik diri yang tekun dan disiplin, maka kotoran ini akan semakin banyak dan menyumbat sendi-sendi kehidupan kita, sehingga khayalan pun seolah nyata.
Oleh sebab itu, ajaran Buddha senantiasa memberikan semacam "peringatan" kepada kita melalui ajaran-Nya,untuk senantiasa menjaga kesadaran kita untuk tidak tenggelam lebih dalam dalam arus pikiran yang penuh khayal ini.
Tanpa ada yang membantu mengingatkan ini, maka jumlah makhluk yang terombang-ambing akan semakin banyak. Maka setelah Buddha wafat, para siswa terkemuka-Nya meneruskan ajaran ini, bukan malah menyimpannya rapat-rapat bagaikan sesuatu yang sangat rahasia.
Oleh sebab itu, bagi siswa Buddha yang telah mempelajari dan memahami Buddha Dharma, seberapa banyak pun, tetap harus dengan penuh welas asih membagikannya kepada orang lain, entah itu keluarga sendiri, rekansekerja, tetangga, dan lainnya.
Tujuannya agar semua orang juga bisa termotivasi untuk segera membebaskan dirinya dari penderitaan.
Jika demikian, maka yakinlah, manfaat terbesar dari praktik ajaran Buddha sesungguhnya sudah kita rasakan.
Semoga semua makhluk berbahagia, bebas dari penderitaan
Sadhu…Sadhu…Sadhu… (c)