Sabtu, 19 April 2025

Akses Pupuk Bersubsidi di Sumut Terkendala Masalah Keuangan dan Administrasi

Nelly Hutabarat - Senin, 06 Januari 2025 23:12 WIB
295 view
Akses Pupuk Bersubsidi di Sumut Terkendala Masalah Keuangan dan Administrasi
Foto: Net
Ilustrasi pupuk bersubsidi
Medan (harianSIB.com)
Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (Ketapang) Sumatera Utara menyebutkan bahwa syarat penerima pupuk bersubsidi antara lain terdaftar di Simluhtan (Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian). Mekanisme distribusi dilakukan sesuai Permentan dan SK dari gubernur hingga bupati/wali kota.

Hingga 29 Desember 2024, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Sumut yakni capaian jenis Urea: 78,35% (166.836,656 ton dari alokasi 212.943 ton). NPK: 81,58% (190.802.000 ton dari alokasi 233.888 ton).
NPK Formula Khusus: 18,8% (1.121,85 ton dari alokasi 5.979,002 ton). Kabupaten dengan penyaluran tertinggi adalah Karo, diikuti Simalungun, Dairi, dan Deli Serdang.

Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Ketahanan dan Tahanan Pangan Hortikultura Sumatera Utara Heru Suwondo kepada SIB, Senin petang (6/1/2025).

Baca Juga:

Menyinggung realisasi penyaluran pupuk di Tapanuli Utara, disebut jenis pupuk urea sudah terealisasi 54,54%(6.974,24 ton dari alokasi 12.832 ton. Jenis NPK 68,16%(9.327,10 ton dari alokasi 13.681 ton ) dan jenis NPK Formula khusus 20,33% (123.00 ton dari alokasi 604,8 ton).

Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi di Sumut tetap stabil.
Urea: Rp2.250/kg, NPK: Rp2.300/kg dan NPK Formula Khusus: Rp3.300/kg dan
Pupuk Organik: Rp800/kg.

Baca Juga:

Heru menyebutkan bahwa pupuk sektor pertanian di Sumut diproduksi oleh BUMN PT Pupuk Indonesia. Namun, realisasi distribusi pupuk bersubsidi masih menghadapi berbagai kendala.


Banyak petani kesulitan menebus pupuk karena masalah keuangan, terutama saat hasil panen belum terjual atau dana digunakan untuk kebutuhan lain. Selain itu, keterlambatan distribusi sering membuat pupuk tiba setelah musim tanam dimulai, memaksa petani menggunakan pupuk non-subsidi yang lebih mahal.

Masalah administrasi dalam sistem Ipubers juga menjadi penghambat, seperti KTP asli yang hilang, petani terdaftar di RDKK tetapi telah meninggal dunia, atau petani yang berpindah lahan dan domisili.

Heru menekankan perlunya perbaikan sistem distribusi dan administrasi agar pupuk bersubsidi lebih mudah diakses oleh petani kecil. (*)

Editor
: Eva Rina Pelawi
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru