Medan (SIB)Setelah pemberitaan Harian Sinar Indonesia Baru Medan mengangkat persoalan masyarakat, "Ratusan warga Dusun IX RT dan RT 02 Pasar IV
Sampali Deliserdang resah akibat diintimidasi oknum suruhan mafia tanah", salah satu ahli waris pejuang
BPRPI angkat bicara dan minta pihak yang tidak mengerti perjuangan masyarakat adat
BPRPI, tidak usah berpendapat.
Hal itu dikatakan, Ketua Kampung
BPRPI Tanjung Mulia Syahrudin dengan mengatakan, soal Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Mahkamah Agung Reg. No 1734 K/Pdt/2001, bahwa putusan itu benar adanya. "Dan adanya putusan tersebut terkait dengan gugatan Masyarakat Adat
BPRPI dengan PTPN 2 di tahun 1999," ungkapnya kepada Jurnalis SIB News Network,Selasa (3/12/2024).
Dikatakan,terkait dengan pemberitaan di salah satu media online pada 20 November 2024 kemarin dengan judul " Spanduk Hoax Manipulasi Putusan Peradilan di Desa
Sampali Tuai Kecaman", atas nama Masyarakat RT 01 dan 02 bersama Masyarakat Adat
BPRPI dengan ini menyatakan bahwa pemberitaan tersebut tidak layak dan tidak profesional. Sebab mereka anggap berita tersebut adalah opini dan narasi sepihak tanpa melakukan konfirmasi kepada masyarakat yang bertempat tinggal di RT 01 dan 02 desa
Sampali.
Baca Juga:
"Gugatan tersebut dilakukan berdasarkan pengerusakan rumah dan tanaman masyarakat adat yang dilakukan oleh pihak PTPN 2 saat itu," jelasnya. Selanjutnya< kata dia, Mahkamah Agung Republik Indonesia Memutuskan mengabulkan gugatan masyarakat adat, dan membebankan pihak PTPN 2, membayar ganti rugi atas pengerusakan rumah dan tanaman yang dilakukan.
"Jadi untuk hal tersebut di dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan No 1734 K/Pdt/2001 berdasarkan keputusan Direktorat Agraria Medan atas nama Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara No.592.17321-70/2783 tanggal 16 Pebruari 1983.
Baca Juga:
Di mana dinyatakan, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Cq. Direktur Jenderal Agraria No.44/DJA/1981 disebut tanah seluas lebih kurang 9085 Ha dikeluarkan dari HGU (hak guna usaha) PTPN IX yang ditegaskan menjadi objek landerform selanjutnya akan di distribusikan kepada petani penunggu yang berhak," jelas Syahrudin. "Maka dari soal putusan yang diberitakan tentang manipulasi putusan peradilan itu adalah tidak benar," katanya "Jadi kami berharap pihak pihak lain tolong jangan membuat asumsi dan berpendapat tentang putusan Mahkamah Agung tersebut. "Karena putusan itu sebelumnya sudah melalui proses persidangan dan pendapat para pihak yang berperkara saat itu. Dan kami meminta kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk Mengawal Implementasi Putusan No 1734 K/Pdt/2001 ini karena banyak pihak selalu beropini dengan putusan tersebut", tambahnya lagi.
Pihaknya juga meminta kepada Komnas HAM RI agar memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia di kampung yang saat ini sedang merasakan berbagai macam cara intimidasi."Kepada DPR RI Untuk segeralah mensahkan Undang-undang Masyarakat Adat yang sudah masuk ke DPR RI. Dan Kami juga atas nama Masyarakat Adat Sumatera Utara memohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan langsung ke tempat kami dalam menyelesaikan persoalan konflik ini yang sudah terjadi berpuluh tahun lamanya," harap Syahrudin mengakhiri.(**)