Medan (SIB)
Kuasa hukum Dharmawati, SE dan Steven, melalui
firma hukum Law Office Lihardo Sinaga, S.H. & Rekan, melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menangani perkara perdata No.73/Pdt.G/2024/PN.Mdn ke
Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia.
Dalam pengaduan tertanggal 6 November 2024, mereka menduga hakim telah melakukan
pelanggaran etik dan menyampaikan fakta-fakta persidangan yang diduga diputarbalikkan.
Pengaduan tersebut diajukan oleh Lihardo Sinaga, SH MH CPArb., CPM dan Ipan Sinaga, SH selaku kuasa hukum Dharmawati dan Steven. Laporan ini juga ditembuskan ke Presiden Republik Indonesia, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ketua
PN Medan.
Baca Juga:
Kepada wartawan di Medan, Senin (11/11), Lihardo Sinaga didampingi Ipan Sinaga mengatakan Majelis Hakim tersebut berinisial yang KW, SH MH sebagai Ketua Majelis, serta EHT, SH MH, Dr SS, SH MH dan El, SH MH sebagai Hakim Anggota, telah mengabulkan gugatan Timbang Sianipar diduga dengan bukti yang dianggap tidak sah. Mereka menilai bahwa keputusan hakim bertentangan dengan putusan berkekuatan hukum tetap yang sudah ada.
"Bukti utama yang digunakan oleh penggugat, Grant Sultan No. 10 tahun 1898, telah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan Negeri Medan No.93/Pdt/2022/PT.MDN pada 26 April 2022 serta diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung No.1570 K/PDT/2023 tanggal 20 Desember 2023," kata Lihardo Sinaga.
Baca Juga:
Perkara ini bermula dari gugatan Timbang Sianipar yang mengklaim kepemilikan tanah seluas 9.244 meter persegi berdasarkan Grant Sultan No. 10 tahun 1898. Tanah tersebut, menurut penggugat, diperoleh dari Indra Kesuma melalui Surat Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi yang dilegalisasi oleh notaris Gordon E. Harianja, S.H., pada tahun 2014.
Namun, Dharmawati dan Steven membantah klaim tersebut dan menunjukkan bahwa Grant Sultan No. 10 tahun 1898 sudah dinyatakan tidak berlaku. Mereka juga mengajukan gugatan rekonvensi berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari putusan pengadilan yang telah dieksekusi dan akta notaris yang sah.
Dalam pengaduan, kuasa hukum menuduh Majelis Hakim telah memutarbalikkan fakta persidangan dan tidak mempertimbangkan bukti-bukti kuat yang diajukan oleh klien mereka. Lihardo Sinaga juga mengungkapkan bahwa pengucapan putusan perkara ini ditunda lima kali, yakni sejak 27 Agustus 2024 hingga 18 Oktober 2024, tanpa alasan yang jelas.
"Penundaan ini dilakukan dengan dalih bahwa Majelis Hakim belum mufakat. Tindakan ini sangat mencurigakan dan menunjukkan adanya ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus," tambahnya.
Putusan Majelis Hakim tersebut dinilai telah menciptakan ketidakpastian hukum dan merugikan Dharmawati serta Steven. Dalam pengaduan, kuasa hukum berharap
Komisi Yudisial memproses laporan ini secara serius dan memberikan sanksi yang setimpal jika terbukti adanya
pelanggaran etika.
"Laporan ini juga disertai dengan berbagai lampiran penting, termasuk salinan putusan pengadilan, memori banding, dan jadwal sidang," urai Lihardo Sinaga sembari menunjukkan berkas bukti kepada wartawan.
TERIMA PENGADUAN
Menanggapi adanya laporan itu, Juru Bicara (Jubir)
PN Medan, Soniady Drajat Sadarisman saat dikonfirmasi mengatakan pihak
PN Medan telah menerima pengaduan tersebut. Selain itu Sony juga mengatakan bahwa pimpinan
PN Medan telah menginstruksikan majelis hakim yang bersangkutan untuk membuat surat klarifikasi atas pengaduan tersebut.
"Pengaduan sudah diterima oleh
PN Medan. Terhadap pengaduan tersebut, pimpinan telah memerintahkan kepada majelis hakim yang bersangkutan untuk membuat surat klarifikasi," ujarnya saat dikonfirmasi.
Lebih lanjut, Soniady menjelaskan bahwa bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan putusan pengadilan, terdapat upaya hukum yang dapat dilakukan.
"Apabila para pihak tidak puas dengan putusan, dapat mengajukan upaya hukum banding dalam tenggang waktu yang telah ditentukan oleh Undang-undang," tutupnya. (**)