Senin, 31 Maret 2025

DPRD SU: Kejagung Perlu Lakukan Langkah Ekstrim Berantas Korupsi yang Menjamur

Firdaus Peranginangin - Jumat, 08 November 2024 15:09 WIB
43 view
DPRD SU: Kejagung Perlu Lakukan Langkah Ekstrim Berantas Korupsi yang Menjamur
(Foto SNN/Firdaus)
Viktor Silaen SE MM Zeira Salim Ritonga SE.
Medan (harianSIB.com)

Kalangan DPRD Sumut menegaskan, Kejaksaan Agung dan seluruh jajarannya sudah saatnya melakukan langkah yang ekstrim untuk memberantas korupsi di Indonesia yang telah menjamur dari tingkat kepala desa (Kades) hingga tingkat atas, dengan memberi hukuman tambahan bagi pelaku korupsi berupa pengucilan sosial (shaming public) serta hukuman mati bagi pelaku berkasus besar.

Hal itu ditegaskan anggota DPRD Sumut Viktor Silaen SE MM dan anggota Fraksi PKB Zeira Salim Ritonga kepada wartawan, Jumat (8/11/2024) melalui telepon menanggapi pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyebut korupsi di Indonesia telah menjamur mulai dari tingkat desa hingga atas.

"Langkah-langkah yang biasa dilakukan selama ini ternyata masih belum cukup efektif untuk memberantas korupsi secara menyeluruh, sehingga kejaksaan perlu melakukan upaya yang lebih ekstrim, agar menjadi efek jera bagi pelakunya, sehingga praktik korupsi bisa ditekan dari kepala desa hingga tingkat atas," tandas Zeira dan Viktor Silaen.

Baca Juga:

Adapun langkah ekstrim dimaksud, tambah Viktor, dengan menjatuhi hukuman seumur hidup atau hukuman mati bagi pelaku yang berkasus besar. Langkah ini sudah dilakukan di beberapa negara, pelaku korupsi yang merugikan negara dalam jumlah sangat besar atau yang dampaknya luas pada masyarakat dikenakan hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati.

"Meskipun ini kontroversial dan membutuhkan perubahan peraturan hukum di Indonesia, hukuman ekstrim semacam ini bisa menjadi pertimbangan dalam kasus-kasus korupsi yang sangat besar atau melibatkan pejabat tinggi, sehingga pelaku korupsi akhirnya gentar mencoleng uang negara," tambah Zeira Salim Ritonga.

Baca Juga:

Selain itu, sebut Bendahara DPW PKB Sumut itu, pelaku korupsi dan keluarganya perlu diberi hukuman tambahan berupa pengucilan sosial (shaming public). Hal ini sudah berlaku di beberapa negara, pelaku korupsi yang terbukti bersalah mengalami hukuman sosial, seperti diumumkan secara terbuka, bahkan dibuat daftar hitam (blacklist) yang mempengaruhi seluruh kehidupan sosial dan profesional mereka.

Selain hukuman penjara, ujar Viktor Silaen, lakukan pemiskinan total pelaku korupsi dengan merampas seluruh aset yang berasal dari hasil korupsi, bahkan hingga mencakup harta benda pribadi. Kejaksaan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan untuk melacak dan menyita aset dalam dan luar negeri yang dimiliki koruptor, dengan tujuan agar kehilangan segala bentuk keuntungan dari tindak pidana.

Yang tidak kalah pentingnya, ujar Zeira dan Viktor, perlu dibentuk Satuan Tugas Khusus (task force) anti korupsi di setiap kabupaten/kota langsung berada di bawah pengawasan kejaksaan dan terpisah dari pemerintahan daerah, yang tugasnya mengawasi dan menindak korupsi di tingkat kabupaten secara ketat dan langsung.

"Satuan tugas ini harus memiliki akses langsung untuk melakukan investigasi tanpa hambatan dari pejabat lokal, sehingga bisa dengan leluasa memantau harta kekayaan dan gaya hidup pejabat secara berkala. Jika ditemukan kenaikan harta yang tidak wajar, hal itu bisa langsung ditindak," tandas Viktor.

Menurut Zeira Salim, kejaksaan juga perlu mengintegrasikan teknologi Artificial Intelligence (AI)
dalam pengawasan dan audit keuangan serta menganalisis data keuangan pejabat atau proyek pemerintah secara real-time, mencari pola pengeluaran atau transaksi yang mencurigakan.

"Penerapan ini bisa dilakukan di seluruh pemerintah untuk mendeteksi potensi korupsi sebelum mencapai skala yang besar," tandas Viktor sembari menambahkan, langkah-langkah ekstrim seperti ini mungkin kontroversial dan memerlukan perubahan regulasi, namun bisa menjadi efek jera yang nyata bagi pelaku korupsi.(*).

Editor
: Eva Rina Pelawi
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru