Medan (harianSIB.com)
Rencana kenaikan tarif retribusi sampah rumah tangga hampir mencapai 500 persen jadi perbincangan hangat banyak pihak, bukan hanya dari kalangan masyarakat juga di legislatif Medan selaku pembuat Perda.
Perda Retribusi Daerah No 1 Tahun 2024 yang dikeluarkan pada 5 Januari 2024 itu pun menimbulkan pro dan kontra. Sebab, perda tersebut dianggap sangat memberatkan masyarakat dengan kenaikan fantastis.
Mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ranperda Retribusi Daerah Afif Abdillah mengatakan, penetapan perda berdasarkan klasifikasi rumah tempat tinggal di pusat kota dan pinggiran kota.
Adapun besaran uang sampah disebutkan berdasarkan tipe rumah, retribusi terbesar Rp148.225 per bulan. Padahal, sebelumnya retribusi sampah di Kota Medan paling tinggi Rp25.000. Sehingga ada kenaikan sebesar 592,9 persen untuk retribusi.
Namun, belakangan, Afif Abdillah mengatakan akan melakukan revisi perda tersebut minggu depan. Ketua DPD NasDem Kota Medan ini mengaku, terkait perda sudah membahasnya dengan Ketua DPRD Medan Hasyim.
"Kita akan dorong melalui Bapemperda agar di lakukan revisi agar secepatnya bisa di bahas mengenai perda pajak," ucap Ketua Fraksi Nasdem ini kepada wartawan, Minggu (28/4).
Menurutnya, semua kajian mengenai tarif tersebut dari dinas terkait. Dari sekian banyak permintaan dari Legislatif untuk di masukkan ke dalam perda hanya 1 yang masuk, yaitu keringanan sampai dengan pembebasan PBB untuk masyarakat miskin. Selain itu semua berdasarkan pengajuan dari dinas-dinas terkait pajak dan retribusi.
"Kita akan ajukan usul inisiatif DPRD untuk revisi perda sekaligus merubah beberapa poin di dalam perda. Banyak masukkan dari legislatif yang tidak masuk dalam Perda Pajak dan Retribusi Nomor 1 Tahun 2024. Sementara itu, Perda Pengelolaan Persampahan, sudah kita paripurna-kan usulannya kemarin. Harusnya dalam waktu dekat sudah bisa dibuat pansusnya. Sepertinya akan banyak yang di
revisi itu," ungkap Afif.
Berbeda dengan Ketua Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah)
DPRD Medan, Deddy Aksyari Nasution (Partai Gerindra). Saat dikonfirmasi media melalui chat WA, Deddy malah menanyakan dasar apa perda yang baru dibuat kemudian dilakukan revisi.
"Yang perlu ditanyakan kenapa harus direvisi, sedangkan perda baru saja dikeluarkan. Suatu perda dapat dibatalkan karena 3 sebab, yaitu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (PUU) yang lebih tinggi, kepentingan umum dan kesusilaan. Evaluator Perda yakni Menteri dan Gubernur akan menggunakan ketiga poin tersebut sebagai instrumen untuk menilai batal tidaknya suatu Perda," ujar politisi dari Partai Gerindra ini.
Menurut Deddy, semua sudah dilaksanakan dan disetujui pada rapat paripurna.
"Namun, jika melakukan revisi atas dasar apa dan mengapa? Karena saat melakukan revisi atas perda yang telah dikeluarkan ada langkah langkah menyusun peraturan daerah perda," ungkap Dedy Aksyari yang tidak duduk lagi di periode berikutnya.
Disebutkan, dalam pembentukan peraturan daerah, ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu: (1) tahapan perencanaan; (2) tahapan penyusunan; (3) tahapan pembahasan; (4) tahapan pengesahan atau penetapan, (5) tahapan pengundangan, dan (6) tahapan penyebarluasan.
Bisa DirevisiMantan anggota
DPRD Medan dua periode yang akan duduk kembali periode 2024-2029, Godfried Effendi Lubis mengatakan, Perda Retribusi Daerah bisa direvisi tanpa melihat baru atau lamanya perda disahkan Legislatif. Dia dan kawan-kawannya Anggota
DPRD Medan periode 2009-2014 pernah merevisi Perda PBB yang "mencekik" masyarakat. Setelah dewan mengkritisi terutama lewat Harian SIB yang sangat getol memberitakan soal Perda PBB, akhirnya perda direvisi dan kembali ke harga normal.
Namun, kata Godfried, Perda Nomor 1 Tahun 2024 belum ada Perwalnya, belum diexaminasi oleh Gubernur Sumut dan Mendagri, sehingga Perda belum bisa diterapkan. Dia membenarkan apa kata Dedy Aksyari, harus ada dasar hukumnya Perda bisa direvisi, tapi keberatan masyarakat bisa jadi rujukan untuk merevisi perda tersebut.
"Caranya bagaimana? 50 anggota
DPRD Medan bisa menyosialisasikan Perda ini pada sosialisasi produk hukum Kota Medan setiap bulan. Setelah masyarakat tahu retribusi sampah mereka sangat mahal, tentu mereka keberatan dan minta direvisi. Dasar itulah dewan bisa mengajukan revisi Perda Retribusi Daerah melalui surat atau penyampaian pada paripurna, pasti bisa direvisi," ungkap caleg terpilih dari PSI ini kepada wartawan, Minggu (28/4).
Dia mengkritisi Pemko soal kenapa harus menaikkan retribusi sampah untuk menaikkan PAD. Yang perlu dilakukan Pemko adalah menaikkan jumlah Wajib Retribusi Sampah (WRS) khususnya rumah tempat tinggal (RTT) atau rumah tangga yang sekarang masih sangat minim. Dari jumlah penduduk Kota Medan hampir 2 juta jiwa, paling hanya 10.000 KK yang yang jadi WRS di luar WRS dari hotel, rumah sakit, restoran, kafe, mall, perumahan mewah dan pabrik.
"Apakah WRS rumah tangga setiap bayar uang sampah ada dikasih karcis sebagai bukti pembayaran? Umumnya tidak ada, sebagai contoh saya, setiap bulan saya bayar uang sampah kepada yang mengutip sampah, tidak ada karcis saya terima, lalu kemanakah uang sampah itu, masuk PAS kah atau tidak?" terangnya.
Seharusnya, kata dia, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) membenahi dulu infrastruktur maupun logistik yang berkaitan dengan sampah, seperti gerobak sampah atau armada lainnya, segala bentuk surat-surat yang berkaitan dengan administrasi, misalnya karcis. Jika DLH sudah bekerja sama dengan kecamatan, lurah lewat kepling harus menganjirkan warga jadi WRS.
"Jika semua rumah tangga jadi WRS, lengkap dengan karcisnya, harga normal Rp10.000 saja untuk rumah tangga, pasti PAD terpenuhi tanpa menaikkan retribusi. Namun untuk pabrik, hotel, restoran, kafe, mall dan perumahan elite bolehlah dinaikkan retribusinya, kalau rumah ibadah bolehlah digratiskan," katanya. (**)
Baca Juga: