Petugas penyelanggara Pemilu 2024 di kabupaten/kota se-Provinsi Sumatra Utara (Sumut) yang meninggal dunia bertambah. Sebelumnya Dinas Kesehatan Sumut mencatat dua orang, namun pada 21 Februari 2024, bertambah menjadi enam orang.
Sedangkan petugas penyelenggara Pemilu 2024 dan pemilih yang mendapatkan perawatan di rumah sakit dan Puskesmas di kabupaten/kota mencapai 358 orang.
"Kami mencatat 358 orang mendapatkan perawatan di rumah sakit dan Puskesmas dan enam yang meninggal. Data itu tercatat mulai 14-21 Februari 2024," kata Kepala Dinas Kesehatan Sumut melalui Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Sumut, dr Nelly Fitriani, saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (21/2/2024).
Ia mengatakan dari jumlah tersebut, 77 orang harus dilarikan ke rumah sakit dengan rincian 56 orang dirawat, 20 orang sembuh dan satu orang meninggal. Sementara, 281 orang lainnya dibawa ke Puskesmas dengan rincian 147 orang dirawat, 130 orang sembuh dan lima orang meninggal.
Nelly menyampaikan, kelompok yang terkena dampak tersebut terdiri dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, yakni 23 orang dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), 144 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), 12 orang Linmas, 25 pemilih, 77 petugas, sembilan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Kemudian, 41 orang Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan 27 saksi.
"Dari sebaran geografis, terlihat kabupaten/kota dengan jumlah kasus tertinggi adalah Toba 155 orang, disusul Medan 43 orang, Tanjungbalai 41 orang, Deliserdang 24 orang, Simalungun 18 orang, Asahan 16 orang," sebutnya.
Ia menambahkan angka itu bergerak terus dan kini di posisi 358 orang dan ada enam orang meninggal dunia.
"Enam orang yang meninggal dari Medan, Langkat, Pakpak Bharat, Dairi, Sergai, Tapanuli Utara," jelasnya.
Beberapa penyakit yang diderita para petugas tersebut kebanyakan kelelahan, hipertensi, sakit perut.
"Itu akibat kelelahan bekerja sampai tengah malam melakukan penghitungan suara. Hal ini juga disebabkan makan tidak teratur sehingga lemah dan dilarikan ke rumah sakit, yang paling banyak hipertensi," sebutnya.
Nelly menjelaskan para petugas yang mengalami sakit tersebut akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang sudah dijamin pemerintah sesuai surat edaran yang sebelumnya dari staf kepresidenan.
"Memang ada surat edaran dari staf kepresidenan jika petugas pelaksana pemilu mengalami sakit namun tidak memiliki jaminan kesehatan, mereka akan dicover oleh Dinkes provinsi maupun kabupaten kota. Ada juga kita temukan dari petugas ini tidak aktif kartu BPJS-nya namun tetap bisa berobat karena telah dijamin kesehatannya," katanya. (*)