Medan (harianSIB.com)
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Demokrat (KNPD) Sumatera Utara, organisasi sayap Partai Demokrat, Suryani Paskah Naiborhu, menyesalkan masih ada elit politik di Sumut yang enggan memberikan ucapan selamat Paskah kepada umat Kristen-Katolik yang baru memperingatinya pada Hari Minggu (17/4/2022). Sikap itu membuat Suryani meragukan jiwa nasionalisme para elit politik tersebut.
"Hari Paskah memiliki arti penting bagi umat Kristen dan Katolik. Pada hari Paskah itu, umat Kristen dan Katolik memperingati peristiwa kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Umat mempercayai Yesus Kristus hadir di dunia untuk menebus dosa manusia," kata Suryani, dalam keterangannya, Senin (18/4/2022).
Suryani mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah umat Kristen di Sumut mencapai 4.011.903 jiwa atau sekitar 26,6%. Sedangkan umat Katolik sekitar 1.102.850 jiwa atau sekitar 7,3%. Totalnya sekitar 33,9% penduduk yang merayakan Hari Paskah dan jumlah ini sangat besar.
Suryani juga menyoroti sikap elit yang dalam melakukan kegiatan politik, seperti saat melakukan safari politik, selalu mengusung atau menjargonkan nasionalisme. Tentu menjadi pertanyaan terhadap jiwa nasionalisme tersebut manakala ada elit politik yang enggan mengucapkan selamat Paskah bagi yang merayakannya.
"Saya melihat, elit politik Sumut yang menjargonkan jiwa nasionalisme ini melakukan kegiatan dengan mengunjungi gereja.
Namun menjadi hal yang aneh jika mereka tak berani mengucapkan selamat Paskah kepada umat Kristen dan Katolik. Jiwa nasionalisnya menjadi semu. Saya melihat sebaiknya elit politik tersebut jangan lagi menjargonkan dirinya sebagai sosok yang nasionalis karena rakyat Sumut sudah pintar dan tidak bisa dibodohi lagi dengan pencitraan safari-safari politik kamuflase dengan kunjungan ke gereja, bakti sosial ke gereja, mengunjungi tokoh-tokoh gereja. Namun dalam hatinya masih tertanam jiwa tidak nasionalis," katanya.
Suryani juga mengatakan negara Indonesia didirikan oleh pahlawan bangsa yang berasal dari beragam suku dan agama. Sehingga sudah sewajarnya jika nasionalisme itu hadir dan tumbuh dalam diri dalam jiwa masyarakat Indonesia, bukan hanya sekadar kamuflase atau lipservice ke publik saja.
Ia melanjutkan sejak lama masyarakat Sumut merupakan masyarakat yang heterogen atau memiliki keberagaman dalam berbagai hal, di antaranya dalam hal agama. Masing-masing agama tersebut memiliki hari besar yang diperingati atau dirayakan oleh para pemeluk agama tersebut.
"Sehingga wajar jika saat perayaan agama itu, tokoh politik menyampaikan ucapan selamat kepada warga yang merayakan. Hal ini juga dapat menunjukkan sikap persaudaraan di antara sesama warga, walaupun memiliki perbedaan. Warga yang merayakan tentu gembira dan mengapresiasi ucapan selamat yang disampaikan tersebut," tuturnya.
Suryani juga mengatakan, sikap untuk menghargai tidak hanya ditunjukkan melalui hal-hal yang bersifat materi saja, seperti pemberian bantuan. Namun juga dapat dilakukan melalui cara lainnya.
"Seperti dengan memberikan ucapan selamat kepada warga yang merayakan hari besar agama mereka. Hal itu juga sebagai salah satu sikap menghargai atas keberagaman atau pluralisme yang ada di daerah ini. Karena itu, ke depannya, saya berharap hal seperti ini tidak terjadi lagi," katanya. (*)