Medan (SIB)
Dewan Pimpinan Cabang Pemuda Panca Marga (PPM) Kota Medan mendukung sikap pemerintahan Belanda akan memberi kompensasi kepada janda dan anak-anak Indonesia yang kehilangan orangtua akibat eksekusi Kolonial Belanda selama perang kemerdekaan RI antara tahun 1945-1950.Kompesasi tersebut senilai Rp 5000 Euro atau setara Rp 87,2 juta.
Ketua DPC PPM Medan Henry Jhon Hutagalung SE SH MH didampingi Seketaris Wong Chun Sen mengatakan, niat baik pemerintah Belanda tersebut harus disambut dengan suka cita. Sebagai umat beragama, seluruh rakyat Indonesia sudah mengampuni tindakan Kolonial Belanda yang telah menjajah NKRI selama 3,5 abad. Kemudian setelah Jepang menyerah kalah, Belanda datang lagi untuk menjajah, tapi mendapat perlawanan dari para pejuang. Saat itulah banyak pejuang yang mati dieksekusi, atau gugur dalam perang sehingga banyak orang kehilangan orangtuanya dan perempuan jadi janda.
“Tapi itu sudah berlalu, kita sudah memaafkannya, termasuk kami sebagai anak-anak pejuang kemerdekaan. Pemerintah Belanda merasa bersalah dan ingin minta maaf sambil memberi kompensasi. Kenapa harus kita tolak? Mestinya disyukuri, ini gak ada kaitannya dengan harga diri anak bangsa. Tapi ini niat tulus eks penjajah, mereka merasa berdosa dan minta maaf sembari memberi santunan. Kita sambutlah dengan suka cita,†kata Henry Jhon kepada wartawan, Jumat (30/10).
Dia berharap pemerintah bersama Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) menyiapkan data yang valid, siapa-siapa orangtuanya gugur ditembak Belanda. Dana tersebut jumlahnya cukup digunakan berwira usaha, mesti digunakan sebaik-baiknya, terlebih di masa pandemi Covid-19 ini. Henry Jhon dan Wong Chun Sen berharap, Belanda juga memberi kompensasi kepada keluarga dimana ibu mereka jadi korban pelecehan seksual oleh tentara Belanda.
Selain itu, lanjut Henry Jhon, Pemerintah Pusat harus memperhatikan para pejuang dan keluarganya. Jumlah pejuang kemerdekaan tidak banyak lagi, seharusnya dibahagiakan. Dana santunan yang mereka terima tiap bulan harus dinaikkan agar mereka benar-benar menikmati arti kemerdekaan ini. Karena hasil kemerdekaan dinikmati oleh orang-orang yang orangtuanya bukan pejuang kemerdekaan.
Terlebih lagi keluarga pejuang yang sekarang di tingkat cucu dan cicit harus tetap diperhatikan pemerintah. Para tahun 80an-90an, anak pejuang yang sekolah di sekolah atau perguruan tinggi negeri, digratiskan uang sekolah dan uang kuliah sampai tamat. “Hendaknya pemerintah memberlakukan itu kembali, agar anak-anak sekarang merasakan hasil jerih payah perjuangan kakek-nenek mereka dahulu,†tuturnya. (M10/a)