Medan (SIB)- Dalam upaya mencegah dan mengurangi penyimpangan dan kekerasan seksual maka anak perlu mendapatkan pembekalan tentang kesehatan reproduksi baik dari orangtua dan guru. Karenanya, peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2018 dengan tema "Anak Indonesia Anak Genius" dimaknai sebagai kepedulian bangsa Indonesia terhadap pemenuhan hak dan perlindungan anak untuk dapat tumbuh kembang secara optimal.
Kegiatan yang diisi seminar kesehatan tersebut dilaksanakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Sumut, Selasa (7/8) di Medan.
Kepala Perwakilan BKKBN Sumut Drs Temazaro Zega MKes mengatakan, program BKKBN Perwakilan Sumut selain pengendalian angka pertumbuhan penduduk, juga menciptakan keluarga yang terencana dan sejahtera. Salah satunya dengan memberikan pemahaman kepada orangtua dalam mendidik anak-anaknya.
"Untuk itu pertama dan utama, perlu pengasuhan yang berkualitas dengan pemahaman yang terampil dan komprehensif untuk pemenuhan hak perlindungan anak agar tercipta anak yang Genius (Gesit, Empati, Berani, Unggul dan Sehat)," harap Zega.
Lanjut Zega, dalam program Bina Keluarga Balita, diterapkan karakter anak dengan mengikuti perkembangan anak, mendorong kecerdasan anak dan peningkatan skill dan soft skill, sehingga anak bisa berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain serta dapat mengambil keputusan dengan baik.
Kabid KB dan KR Perwakilan BKKBN Sumut Sofian Rangkuti SE MAP mengatakan, KB dan Kesehatan Reproduksi tidak hanya terfokus pada pelayanan kontrasepsi saja. Tetapi menempatkan peningkatan kualitas kesehatan bayi dan Balita sesuai siklus hidup sebagai bagian dari peningkatan derajat kesehatan serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.
Sementara itu, pembicara dari PKPA Camelia Nasution menyampaikan, Indonesia sejak 2014 darurat isu perlindungan anak. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak semakin parah dan itu fakta. "Kalau dulu orang asing sebagai pelakunya, hari ini pelaku kekerasan datang dari orang terdekat si anak yakni di dalam keluarga," ungkapnya.
Dia menyebutkan, di Medan ada 50 anak yang terjangkit HIV/AIDS dan mereka dikeluarkan di sekolah. Kekerasan dan eksploitasi anak masih menjadi masalah serius di Sumut, alasannya penegakan hukum yang kerapnya tidak tegas.
Kemudian lemahnya upaya-upaya preventif yang dilakukan pemerintah, sekolah, keluarga dan masyarakat untuk meminimalisir risiko terjadinya kejahatan seksual terhadap anak. Masih adanya praktik-praktik sosial di masyarakat yang melindungi/menutupi adanya kejahatan seksual terhadap anak.
Psikolog Eka Ervika MSi menyampaikan, bicara perkembangan anak adalah sebagian besar ada di pola asuh anak. Kemudian, pendidikan seks sedini mungkin disampaikan sesuai usia anak. Berikan dosis yang sesuai dan tidak melampaui usia anak. "Hal ini penting untuk memperhatikan bahasa dan cara penyampaian terutama pada anak berusia dini," sebutnya.
Secara psikologi, anak-anak akan mulai aktif memertanyakan tentang seks, seperti darimana asalnya bayi, bagaimana keluar dari perut ibu, mengapa di perut ibu. "Berikan saja jawaban yang terus terang, sederhana dan tidak berbelit-belit," sarannya lagi.
Orangtua harus menjadi teman, dengan begitu anak bisa mendengarkan penjelasan orangtuanya terkait perubahan seksualnya. "Untuk mengontrol anak kita harus sensitif terhadap perubahan perilaku, perlakukan sesuai tahap perkembangannya, awasi penggunaan media dan ketahui pergaulannya," harap Eka. (A05/q)