Medan (SIB)- Sidang gugatan atas Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) pekerjaan Rehab Berat Gedung Induk I Inspektorat Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tahun anggaran 2016 di PTUN Medan, Rabu (2/11), memasuki agenda mendengar jawaban Kelompok Kerja (Pokja) 064-B Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Sumut Kantor Inspektorat Provinsi Sumut selaku pihak tergugat.
Sesaat sebelum sidang itu ditutup, Hakim Ketua Andry Asani didampingi Dedy Kurniawan dan Muhammad Aly Rusmin masing-masing sebagai Hakim Anggota, mempersilakan pihak ketiga, yakni PT Barokah Utama Karya (BUK) selaku pemenang tender, untuk berbicara.
Tiba-tiba perusahaan pemenang tender rehab berat gedung induk I Kantor Inspektorat Sumut itu menarik diri dari kubu pihak tergugat. Ramadhan mewakili pihak perusahaan pemenang mengatakan pihaknya hanya bersedia menjadi sebatas saksi pada kasus tersebut.
Dikatakan, bahwa pihaknya siap menerima segala konsekuensi hukum atas sikap menarik diri dari pihak kubu tergugat tersebut. "Setelah jajaran pimpinan perusahaan berdiskusi, akhirnya kami menarik diri dari pihak tergugat," kata S Ramadhan pada sidang itu.
Sebelumnya pada sidang pekan lalu, PT BUK menyatakan bergabung di pihak tergugat. "Mohon maaf kami pak Hakim bahwa kami menarik diri dari posisi kami di pihak tergugat. Kami bersedia menjadi hanya sebatas saksi dalam kasus ini," kata S Ramadhan.
Mendengar pernyataan itu, Hakim Ketua Andry Asani menegaskan bahwa dengan keputusan menarik diri dari kubu pihak tergugat tersebut, berarti PT BUK harus siap menerima segala konsekuensi hukum yang timbul. "Tolong catat pernyataan saudara dari perusahaan ini," kata Andry Asani kepada panitera persidangan itu.
Kuasa Hukum PT Kalitra Bersinar Mandiri (KBM) selaku pihak pengguat merasa aneh dengan keputusan tarik diri dari kubu pihak tergugat oleh perusahaan pemenang tender itu. "Aneh ini kami pikir, karena sebelumnya pada sidang pekan kemarin, mereka menyatakan masuk di pihak tergugat, ujar Rizki Tambunan dan Ivan Sinaga dari Kantor Hukum Hombing Rizal & Rekan.
Sementara tentang pengunduran diri pihak perusahaan pemenang dari kubu pihak tergugat, Kuasa Hukum Pokja ULP Provinsi Sumut Kantor Inspektorat Sumut, Tulus Naibaho dan Freddy tidak bersedia memberi komentar.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Pokja ULP Provinsi Sumut Kantor Inspektorat Sumut di persidangan itu menyampaikan jawaban atas gugatan pihak penggugat. Dalam isi jawaban itu, pihaknya menilai bahwa Pokja ULP itu tidak melakukan kesalahan ataupun persekongkolan dalam penentuan pemenang tender rehab berat sebagaimana yang dituduh pihak penggugat.
Namun menurut kuasa hukum penggugat Rizki Tambunan, terlalu mudah menyimpulkan bahwa tidak ada kesalahan Pokja ULP dalam penetapan pemenang tender rehab berat gedung induk I Kantor Inspektorat Sumut itu. "Bahwa itu jawaban mereka ya sah-sah saja, mari ikuti persidangan, nanti biarkan saja majelis hakim yang menilai," katanya.
Yang pasti, kata Rizki, pihaknya memiliki bukti-bukti kuat yang mengindikasikan telah terjadinya kesalahan ataupun persekongkolan Pokja ULP dalam menetapkan pemenang tender tersebut. "Kami punya bukti-bukti yang siap kami bukakan di persidangan," katanya.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan, Rabu 9 November 2016 dengan agenda penyampaian replik (jawaban kembali) dari penggugat.
Sebelumnya PT KBM dikalahkan Pokja ULP Inspektorat Sumut dalam tender pekerjaan Rehab Berat Gedung Induk I Inspektorat Provinsi Sumut. Kemudian PT KBM menggugat hasil BAHP tertanggal 12 Juli 2016 yang ditetapkan Pokja ULP Inspektorat Sumut ke PTUN Medan.
Adapun dasar gugatan PT KBM adalah karena proses pelelangan atau tender hingga penetapan pemenang tender yang dilakukan Pokja ULP Inspektorat Sumut, diduga kuat tidak mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya yang mengatur prinsip pelelangan yang harus efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
Pasalnya perusahaan yang memenangkan tender rehab berat kantor tersebut (PT BUK) menawar dengan nilai penawaran tertinggi, yakni Rp 2,915 miliar. Sementara nilai HPS rehab kantor itu sebesar Rp 3 miliar. PT KBM sendiri menawar Rp 2,599 miliar.
Anehnya, PT KBM adalah cadangan pemenang, yang artinya memenuhi evaluasi untuk dimenangkan. Sehingga dengan penawaran PT KBM yang lebih rendah dari PT BUK dengan selisih Rp 316 juta, PT KBM beranggapan seharusnya pihaknya yang dimenangkan karena alasan efisiensi anggaran.
Kejanggalan berikutnya adalah bahwa PT BUK selaku pemenang tender, sama sekali tidak punya pengalaman mengerjakan rehab berat kantor. "Dari penelusuran di Website Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), ternyata PT BUK tidak berpengalaman," kata Rizki.
Sehingga, Pokja ULP Inspektorat Sumut terindikasi memenangkan perusahaan penawar secara bersekongkol atau melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (R13/q)