Kamis, 13 Maret 2025
Ketua Bawaslu RI Periode 2017-2022

Money Politics Masih Menjadi Isu Krusial dalam Pemilu Serentak 2024

Redaksi - Sabtu, 25 Februari 2023 17:56 WIB
401 view
Money Politics Masih Menjadi Isu Krusial dalam Pemilu Serentak 2024
Foto SIB/Frans Simanjuntak
SOSIALISASI : Bawaslu Humbahas menggelar Sosialisasi pentingnya pengawasan Pemilu partisipatif dalam mengawal pemilihan umum serentak tahun 2024 di Martin Anugrah Hotel Doloksanggul, Jumat (24/2). 
Humbahas (SIB)
Praktik money politics atau politik uang masih menjadi salah satu isu krusial (penting) dalam perhelatan Pemilu serentak tahun 2024 mendatang.

Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu RI Periode 2017-2022, Abhan SH saat menjadi narasumber di acara Sosialisasi pentingnya pengawasan Pemilu partisipatif dalam mengawal pemilihan umum serentak tahun 2024 di Martin Anugrah Hotel Doloksanggul, Jumat (24/2).

Selain isu politik uang, isu krusial lainnya yang tak kalah penting untuk diantisipasi oleh seluruh pihak, baik penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu dan masyarakat sebagai pemilih adalah masalah hoaks dan ujaran kebencian, politisasi SARA, penyalahgunaan wewenang dan netralitas ASN, katanya.

Khusus mengenai politik uang, Abhan menjelaskan ada beberapa hal yang mempengaruhi hal itu bisa terjadi di dalam pelaksanaan Pemilu. Pertama, dari pemilih itu sendiri. Kedua, dari peserta, dan ketiga, dari segi politik hukum.

“Tiga hal ini yang menjadi peran penting dalam hal money politics. Semuanya ini harus bisa bersinergi. Artinya begini. Apakah semuanya harus dimulai dari masyarakat atau harus dimulai dari peserta, atau dari politik hukumnya,” kata Abhan.

Namun menurut mantan Ketua Bawaslu Jawa Tengah itu, praktik politik uang bisa dihentikan atau diputus harus dimulai dari masyarakat sebagai pemilik suara. Namun dalam praktiknya di lapangan, banyak ditemukan berbagai persoalan atau pertimbangan sehingga masyarakat tidak berani mengatakan untuk menolak politik uang. Salah satunya masalah kondisi ekonomi masyarakat.

“Selama kondisi ekonominya belum mapan, ini potensi money politik. Tapi ternyata, ada juga orang yang mapan ekonominya ikut juga menerima money politics,” imbuhnya.

Lebih lanjut, pria yang berprofesi sebagai praktisi hukum itu mengungkapkan, praktik politik uang rupanya tidak selamanya berjalan mulus. Dari beberapa survey yang dia ketahui, efektifitas money politics itu ternyata tidak lebih dari 30 persen. Artinya dari 100 orang yang diberi uang oleh salah satu kandidat kepala daerah atau Caleg, yang memilih dia itu cuma 25 atau 30 orang, sisanya 70 orang lagi tidak memilih atau mencoblosnya.

“Artinya apa, rakyat sebenarnya sudah pintar juga. Peserta Pemilu harus membuat atau memikirkan konsep kampanye serta mampu mengadu visi dan program. Tidak hanya mengandalkan persoalan money politics uang saja,” ujarnya.

“Mudah-mudahan survey itu benar. Tapi menurut saya, yang paling tepat sebenarnya, kampanyekan tolak uangnya, jangan pilih orangnya. Jangan kemudian, terima uangnya, tolak orangnya. Menurut saya itu tidak memberikan pendidikan. Tapi tolak uangnya, tolak orangnya,” tambahnya.[br]


Sementara mengenai poin ketiga, yaitu politik hukum, dia mengatakan, yang membuat UU Pemilu bukan penyelenggara, melainkan peserta Pemilu. Sehingga dalam hal penegakan hukum bagi oknum peserta Pemilu yang melakukan money politik sulit untuk bisa terjerat hukum, karena dalam UU Pemilu itu ada celah yang tidak bisa menjerat mereka.

“Politik hukumnya seperti itu. Yang buat itu (UU Pemilu) orang-orang yang memang nanti yang akan bertarung (Pemilu 2024). Kira-kira kalau membuat aturan sendiri, yang menjerat dirinya sendiri, mau nggak dia itu yah. Jadi itu dia problem hukumnya. Yang membuat UU itu bukan penyelenggara. Tapi mereka yang bertarung,” ucapnya.

Selain masalah isu-isu krusial dalam menghadapi Pemilu 2024, Abhan juga memaparkan beberapa hal terkait urgensi pengawasan partisipatif dalam Pemilu serentak 2024, seperti tugas dan wewenang Bawaslu yaitu melakukan pencegahan pelanggaran dan sengketa, pengawasan tahapan Pemilu, penindakan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses.

Selain itu dia juga menjelaskan bagaimana syarat untuk menjadi pemantau Pemilu, partisipasi masyarakat dalam Pemilu, tantangan dan peluang peran strategis pengawasan partisipatif, ketentuan partisipasi masyarakat, tantangan Pemilu serentak 2024 seperti daftar pemilih, kampanye, logistik, dan pemungutan suara, serta syarat formal dan material dalam hal membuat laporan, dan kualifikasi pelanggaran.

Kegiatan sosiliasi itu dibuka oleh Ketua Bawaslu Humbahas Henri W Pasaribu dan dihadiri anggota Bawaslu RI periode 2017-2022, Fritz E Siregar, anggota Bawaslu Sumut Koordinator Devisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga, Suhadi S Situmorang, anggota Bawaslu Humbahas Jahormat Lumbantoruan, Efrida Purba, Koordinator Sekretariat Robinson Hasugian, dan puluhan peserta yang dari dari berbagai elemen masyarakat. (BR7/a)




Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru