Pematangsiantar (SIB)
Indonesia sebagai negara agraris dinilai memiliki kiat dan potensi dalam menghadapi resesi badai ekonomi.
Perlu dukungan dan inovasi pengambil kebijakan agar memberikan hasil siqnifikan dalam solusi peran sektor pertanian sebagai penyelamat ekonomi nasional tak terduga.
Pengamat Perencanaan Pembangunan Wilayah Robert Tua Siregar PhD yang juga Dosen Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Kamis (13/10) mengurai sekilas munculnya resesi ekonomi global, terjadi karena ekonomi beberapa negara maju melambat dan inflasi yang lebih cepat.
Kondisi tersebut memaksa Federal Reserve (The Fed) untuk terus menaikkan suku bunga serta menambah tekanan utang pada negara-negara berkembang.
Perfect storm merupakan paduan dari dua badai terjadi sekaligus, makin terjadi dalam probalibilitas ke depan, melanda perekonomian global saat ini dikatakan terjadi karena akumulasi berbagai masalah seperti tingginya inflasi dan ketidakpastian akibat konflik geopolitik.
Negara-negara besar saat ini mengalami gejolak, seperti Amerika Serikat dikenal dengan ekonomi terbesar di dunia, pasar tenaga kerja masih sangat kuat tetapi diduga kehilangan momentum karena dampak dari biaya pinjaman yang lebih tinggi, mulai menggigit.
Di dalam negeri, fluktuasi lonjakan harga semua komoditi yang terjadi tiba-tiba, diikuti harga bahan bakar minyak (BBM) naik dikatakan telah memengaruhi harga bahan pangan beras bergerak naik, tentu hal ini menimbulkan ketidakpastian.
Misalnya, 50 Kg beras harganya naik mencapai Rp 100 ribu. Dalam hal ini, pedagang terpaksa menerima kenaikan itu karena makin mahalnya biaya angkut dan kian menipisnya stok beras di gudang.
“Jika dalam harga pasar sudah berlaku, sulit melakukan normalisasi penurunan. Tentu hal ini menjadi permasalahan makro ekonomi,” sebut Siregar.
Untuk itu pemerintah, khususnya daerah kabupaten/ kota dan provinsi yang berhadapan langsung dengan masyarakat, hendaknya melakukan inovasi dalam penguatan ekonomi.
“Jangan sampai pertumbuhan ekonomi dalam masa Covid-19 yang lagi melonjak kembali jeblok,” kata Siregar.
Pertanian merupakan salah satu sektor dikatakan harus menjadi ‘trigger’ (pemicu) bagi pengambil kebijakan, karena dianggap sektor ini masih cukup strategis.
“Jangan pernah mengabaikan penguatan sektor pertanian meskipun di balik peran krusial pertanian itu terdapat masalah lain,” tegas Siregar.
Pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang memasok kebutuhan perut atau bahan pangan utama nasional, di dalamnya ada beras dan bahan pangan lainnya.
Usaha tani diharapkan mendapat perhatian khusus dan jangan sekali-kali diabaikan.
Usaha tani merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja di dalam negeri, sekitar 29,8 persen angkatan kerja Indonesia tahun 2020 ditampung di sentra pertanian.
Karenanya, kalau operasional usaha tani dan produksi pangan terganggu, bisa mendorong menaikkan harga dan hal ini dikatakan dapat memicu timbulnya instabilitas politik.[br]
Jika Indonesia impor bahan pangan, hal ini meberikan kesan kedaulatan pangan nasional turun dan perut masyarakat Indonesia tergantung pada negara lain.
Karenanya, perlu dukungan terhadap eksistensi usaha tani baik dari sisi sarana produksi padi maupn saran produksi beras serta pasar yang sehat, menjadi perhatian pemerintah.
Pemda kabupaten/ kota secara nasional diharapkan melakukan kebijakan-kebijakan penguatan tata kelola ketersediaan sarana produksi padi maupun sarana produksi beras untuk memberikan peluang bagi pelaku usaha tani menikmati nilai tambah pendapatan menopang penguatan ekonomi rakyat.
Di sisi lain disampaikan, perlunya keringanan regulasi serta dukungan penguatan UMKM yang secara siqnifikan dirasakan dan memicu perputaran ‘economic fast’ (ekonomi cepat) dan mengurangi inflasi.
Inovasi pemerintah kabupaten/kota sebagai operator jalannya perekonomia diharapkan lakukan tindakan-tindakan konkrit di tengah masyarakat secara massif dalam upaya menghadapi dampak badai ekonomi yang dinilai semakin membesar. (BR4/c)