Masyarakat yang berprofesi sebagai pelaku usaha di bidang pelayaran dan perikanan Tanjungbalai menolak peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI mengenai rancangan zonasi penangkapan ikan atau terukur. Peraturan tersebut saat ini sudah mulai disosialisasikan kepada masyarakat di Sumatera Utara.
Penolakan itu disampaikan perwakilan sejumlah pelaku usaha perikanan bersama Apindo, HNSI, K-SPSI dan Penkapin saat beraudiensi dengan Wali Kota Tanjungbalai H. Waris Tholib, Senin (5/9/2022) sore, sekaligus meminta pemerintah daerah agar dapat bersama-sama menyuarakan aspirasi penolakan tersebut ke pemerintah pusat.
"Saat ini KKP RI sudah menyosialisasikan rancangan penangkapan ikan terukur, yaitu ada yang namanya zonasi, di mana ikan ditangkap disitulah akan didaratkan ikannya," kata Musa Setiawan, Ketua bidang advokasi dan hubungan industrial Apindo kepada harianSIB.com, usai audiensi.
Dikatakan Musa, ada 90 unit kapal nelayan Tanjungbalai yang menangkap ikan di WPP 711 yaitu di wilayah Natuna dan Kepri. Maka sesuai rancangan peraturan itu akan membongkar di wilayah Natuna dan di Kepri tersebut. Sementara kebiasaan, kapal tersebut bongkar di 13 tangkahan dan gudang perikanan di Tanjungbalai.
"Kami mendatangi Wali Kota Tanjungbalai untuk bisa mengajukan permohonan kepada KKP agar para pengusaha dan stakeholder pemangku kepentingan yang lain bisa tetap menangkap ikan di WPP 711 dan membongkar di 13 tangkahan perikanan di Tanjungbalai," kata Musa.
Pertimbangannya, kata Musa, jika kebiasaan itu tidak dilakukan maka hampir 10 ribu tenaga kerja di bidang perikanan akan mengalami kekosongan dan tidak ada pekerjaan. Sebab, kalau bongkar di Batam atau Natuna, maka diprediksi 1 tahun baru bisa kembali ke Tanjungbalai. [br]
Kemudian, sambung Musa, secara ekonomi, hitungan per tahunnya hampir Rp300 miliar perputaran keuangan di Tanjungbalai akan hilang, dari perputaran perikanan melalui transaksi jual beli dan para pelaku usaha perikanan juga akan mati.
"Dampak kalau tidak ada pendaratan perikanan di Tanjungbalai, akan sangat merugikan dan bisa mematikan perekonomian Kota Tanjungbalai dari sektor perikanan. Ada 13 tangkahan perikanan dengan ribuan tenaga kerja, ditambah lagi sekitar 50-an UMKM di bidang pergudangan ikan asin dan pengasinan. Semuanya itu akan mati jika peraturan penangkapan ikan terukur itu diberlakukan," ujarnya.
Oleh karena itu, mereka berharap pemerintah daerah dapat mengirim surat ke kementerian sekaligus bersama-sama dengan pelaku usaha untuk bisa menyuarakan aspirasi tersebut agar jangan sampai perekonomian di daerah tersebut mati gegara sektor perikanan tidak bisa mendapatkan pendaratan di Tanjungbalai.
"Setelah mendapatkan surat dari kepala daerah, maka akan menghadap Gubernur dan DPRD Sumut supaya bahasanya seiring sejalan mengingat ini adalah kepentingan Sumut. Kami harus membicarakan sampai ke sana dan akan menyampaikan aspirasi pelaku usaha perikanan bisa terselamatkan," katanya.
Sementara itu, H Waris Tholib mengatakan pemerintah sangat mendorong aspirasi pelaku usaha perikanan tersebut dan akan membantu untuk menyuarakan ke kementerian terkait.
"Kita akan menindaklanjuti aspirasi masyarakat pelaku usaha perikanan tersebut. Kita akan melakukan langkah- langkah, diskusi dengan mengundang semua potensi untuk diajukan sebagai permohonan. Sehingga sebelum rancangan ini masuk menjadi peraturan, akan dilakukan permohonan ke pemerintah pusat," ujar Waris. (*)