Medan (SIB)
Sekolah Tinggi Teologi (STT) Paulus yang berkampus di Jalan Kapten Purba Kelurahan Mangga Simalingkar Medan mewisuda 45 wisudawan/wisudawati terdiri dari program Doktor, Magister Teologi, Magister Pendidikan Agama Kristen, S1 Teologi dan S1 Pendidikan Agama Kristen, Sabtu (27/8) di Deli Room Hotel Danau Toba. Wisuda dibuka oleh Ketua STT Dr Pater Christhonos Parluhutan Manalu MTh MM didampingi Direkttur PPs Dr Adolfina E Koamesakh dan pengurus STT lainnya.
Acara wisuda diawalli dengan ibadah, khotbah disampaikan Pdt Steven Poyk STh dari Puau Rote. Hadir dalam wisuda tersebut tokoh masyarakat Sumut Dr RE Nainggolan.
Mantan Sekda Pemrov Sumut ini menegaskan, setelah diwisuda, para wisudawan akan menuju gerbang masyarakat dan masa depan. Perjuangan di masa mendatang akan semakin berat, apalagi yang berkaitan dengan masalah keimanan.
Menurut dia, ada 3 hal yang harus dipedomani para wisudawan setelah selesai studi.
Pertama harus kosisten menegakkan ilmunya, konsisten berpijak terhadap keilmuan dan keimanan dan konsisten dalam menuju visinya yang ditetapkan sehingga masuk sekolah STT.
“Kalau ada konsistensi tentu ada konsekwensi serta untung dan ruginya. Konsitensi akan menjadi satu ukuran untuk belajar dan bekerja semakin keras sehingga tidak percuma telah menimba dengan baik di STT Paulus,” terang RE.
Para wisudawan juga kata mantan Bupati Taput ini harus memiliki kreativitas dalam mengolah berbagai ilmu yang telah dipelajari ketika melaksanakan praktek di tengah masyarakat.
Sebenarnya para wisudawan sudah memiliki ilmu yang sangat banyak selama di perkuliahan yang berfungsi meningkatkan iman para jemaat.
“Agar jemaat semakin memahami bahwa Tuhan Yesuslah adalah satu-satunya yang dipuji dan disembah. Sehingga gereja semakin dapat mengembangkan iman,” tuturnya.
Gereja juga kata RE Nainggolan berfungsi sebagai ekonomi, artinya, gereja harus memberi perhatian kepada kehidupan jemaatnya. Sehingga jemaat yang ekonomi lemah akan meningkat kesejahteraanya serta harkat dan martabatnya.
Gereja tidak hanya sebagai fungsi sosial, tapi juga sebagai tempat untuk berdiskusi dengan jemaat, sehingga kehidupan jemaatnya makin rukun.
“Di sisi lain gereja juga akan menjadi gembala di gereja. Kerap keluarga cekcok maka gereja harus tampil memberi gambaran kepada jemaatnya untuk membangun keluarga yang rukun. Setelah terjun di lapangan, pahamilah bahwa tugas-tugas akan semakin uar biasa, karena kamu akan menjadi pemimpin-pemimpin jemaat,” ungkapnya.
Selain itu, gereja harus berkolaborasi satu dengan yang lain. Gereja-gereja yang masing-masing memiliki pilosofinya sendiri tapi harus rukun dan damai.
“Kau dan aku adalah sama-sama anak Tuhan, gereja apakah itu, kutak tau kau dari gereja mana, asalkan berlandaskan Kristus. Sehingga gereja-gereja dapat membangun persekutuan yang semakin indah,” harapnya. (A8/c)