Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mengusulkan 2 perkara tindak pidana umum (Pidum) untuk dihentikan penuntutannya dengan menerapkan pendekatan keadilan restorative atau restorative justice (RJ) dan disetujui JAM-Pidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum) Kejagung RI Dr Fadil Zumhana, Selasa (31/5).
Menurut Kajari Sumut Idianto SH MH melalui Kasipenkum Kejati Sumut Yos A Tarigan SH MH dalam siaran persnya via aplikasi WA, Rabu (1/6), usul penghentian penuntutan kedua perkara itu berasal dari Kejari Deliserdang dan Kejari Gunungsitoli.
Sebelum disetujui penghentiannya, terlebih dahulu dilakukan ekspose (gelar perkara) secara online kepada JAM-Pidum oleh Kajati Sumut Idianto dengan didampingi Aspidum Arip Zahrulyani SH MH, Kajari Gunungsitoli Damha, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto, Kasi Oharda Zainal, Kasi Penkum Yos A Tarigan dari Kejati Sumut, serta diikuti secara zoom oleh Kajari Deli Serdang Dr Jabal Nur, Kasi Pidum Kejari Deli Serdang dan Kejari Gunungsitoli.
Kedua perkara yang diusulkan penghentiannya yaitu untuk tersangka Yudi Ramadani (34 tahun) dalam perkara pencurian yang disangka melanggar pasal 367 ayat (2) KUHPidana dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. Menurut Kasipenkum, Yudi Ramadani melakukan pencurian dalam keluarga dengan korban orang tuanya sendiri Wagimin (58 tahun).
Baca:JAM-Pidum Kejagung Setujui 6 Pengajuan RJ, 3 dari Kejati Sumut
Antara pelaku dan korban sudah berdamai dengan saling memaafkan dan korban telah mencabut laporannya pada Polsek Beringin.
Kemudian untuk tersangka Yanto Firman Laoli alias Ama Andes dengan korban Femina Yerni Zebua alias Ina Andes, yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.[br]
"Tersangka Yanto Firman Laoli melakukan penganiayaan dengan cara mendorong korban dengan dua tangan sampai korban terjatuh. Kemudian meninju bibir sebelah kiri korban sebanyak satu kali dengan menggunakan tangan kanan.
Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat serta disaksikan penyidik Polres Nias, Kepala Desa, tokoh masyarakat dan keluarga," ungkap Yos A Tarigan.
Dijelaskan, sebagai alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice (RJ), berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian dibawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
"Kemudian, antara tersangka dan korban masih mempunyai hubungan keluarga dan ada kesepakatan berdamai. Tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," tandasnya. (BR1/f)