Humbahas (SIB)
Masyarakat Desa Ria-ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbanghasundutan (Humbahas) saat ini sangat resah, akibat adanya oknum mafia tanah yang diduga sengaja bermain dengan menghilangkan status tanah adat Desa Ria-ria sesuai peta dan surat keterangan (SK) Bupati Kepala Daerah Tingkat - ll Tapanuli Utara NO.138/kpts/1979 yang sudah ada sebelumnya.
Hal itu disampaikan oleh anggota Pakarang Adat Nusantara, Krispol Siregar didampingi Ketua Umum Pemangku Lembaga Adat Desa Ria-ria, Elieser Siregar, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ria-ria, Junaedy Lumban Gaol, Kepala Desa Ria-ria Jon Perdianus Lumban Gaol, tokoh masyarakat, serta belasan masyarakat Desa Ria-ria, kepada SIB Kamis (20/1) di Doloksanggul.
Krispol Siregar mengatakan, saat ini sebagian besar masyarakat Desa Ria-ria sangat resah akibat ketidakpastian status tanah adat mereka yang sebelumnya sudah diserahkan Kepala Daerah Tingkat - ll Tapanuli Utara kepada masyarakat Desa Ria-ria sesuai Peta dan SK tahun 1979. Namun saat ini sebagian tanah itu kembali diklaim oleh oknum mafia tanah dan pemerintah pusat sebagai hutan register dan dijadikan sebagai lokasi pengembangan food estate.
“Sesuai dengan peta dan SK 1979, tanah adat masyarakat Desa Ria-ria tidak pernah berbatasan dengan desa-desa lain, melainkan langsung berbatasan dengan hutan lindung. Namun saat ini, Desa Parsingguran l turut mengklaim sebagian lahan yang dilepaskan itu menjadi milik mereka. Selain itu, kita juga melihat di beberapa titik ada pemberian tanda hutan register dari pemerintah pusat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada masyarakat Desa Ria-ria. Jadi pada intinya, saat ini tanah adat masyarakat Desa Ria-ria sudah berkurang jika dibandingkan dengan SK 1979 itu,†kata Krispol.
Lebih lanjut Krispol menyampaikan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pihaknya di bawah naungan Lembaga Adat Desa Ria-ria telah menjadwalkan untuk audensi dengan Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor, guna mempertanyakan persoalan tanah adat mereka tersebut agar tidak menjadi polemik yang berkepanjangan di tengah-tengah masyarakat.
Surat pemberitahuan audensi yang ditujukan kepada bupati itu, kata dia, juga diteruskan kepada Kapolres Humbahas, Wakil Bupati, Sekdakab, Camat Pollung dan sejumlah media.
“Kita sudah melayangkan surat audensi kepada Bupati Humbahas pada Kamis (27/1) mendatang. Kita akan mempertanyakan langsung kepada pemerintah bagaimana nasib tanah adat kita itu. Yang pasti, kita akan tetap mempertahankan dan memperjuangkan tanah adat kita itu demi anak cucu kita kelak,†pungkasnya.
Terpisah, Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor melalui Sekdakab Tonny Sihombing ketika dikonfirmasi via selulernya mengaku belum menerima surat permohonan audensi terkait persoalan tanah adat masyarakat Desa Ria-ria tersebut.
"Surat itu belum sampai sama saya. Kebetulan saya lagi rapat di Medan mulai semalam. Jadi tanya aja dulu asisten I," kata Tonny.
Sementara itu, Asisten 1 Pemerintahan Humbahas, Makden Sihombing ketika dihubungi via selulernya juga mengaku belum menerima surat itu. "Saya belum mengetahuinya. Pak bupati juga kemungkinan belum mengetahui surat itu. Karena beliau baru tadi tiba. Jadi untuk jelasnya, saya cek dulu besok ya," ucapnya. (BR7/f)