Simalungun (SIB)- Intensitas curah hujan minim di Silimakuta Kabupaten Simalungun selama hampir satu bulan terakhir. Hal ini membuat petani tanaman kubis milik petani terancam gagal panen. Pasalnya, tanah di perladangan kering dan berdebu serta terik matahari sangat panas sehingga pertumbuhan tanaman kubis sulit berkembang.
“Kita sangat khawatir terjadi gagal panen yang merugikan petani. Karena curah hujan sangat minim membuat pertumbuhan kubis sulit berkembang karena kekurangan kadar air. Biasanya kalau curah hujan cukup, usia 2 minggu tanaman kubis sudah tampak mekar,†kata Rony Saragih, seorang petani di Silimakuta, Jumat (4/3).
Kecemasan bakal terjadinya gagal panen juga dirasakan Sando Girsang. Ia mengatakan, minimnya curah hujan sangat mudah merusak tanaman sayur mayur. Serangan hama ulat dan kutu daun merajalela. Jika sudah sempat diserang hama, sangat susah untuk memulihkannya karena kekurangan kadar air.
“Hal inilah yang terjadi saat ini. Kalau satu bulan lagi hujan tidak turun, dipastikan tanaman kubis yang sempat ditanam 1 bulan lalu akan gagal panen,†kata dia sembari mengatakan, tanaman lainnya seperti cabai dan tomat yang sudah sempat ditanam sekitar 1 bulan atau 2 minggu lalu akan mengalami hal sama.
Ia menerangkan, tanaman kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang sangat membutuhkan air. Kalau kadar air cukup, usia 3 bulan sudah bisa dipanen. Tapi jika sempat kekurangan air, maka pertumbuhannya kerdil sehingga tidak berbuah. Sementara itu, biaya produksi kubis per batang mencapai Rp 500.
Tak hanya kekhawatiran gagal panen, iklim saat ini juga membuat aktivitas petani lesu. Petani lebih memilih banyak istirahat di gubuk ketimbang bekerja di ladang karena terik matahari sangat panas. Selain itu, petani juga banyak menunda musim tanam. Hal itu dilakukan karena tanah diperladangan kering dan berdebu.
(C12/f)