Selasa, 04 Februari 2025

Donald Trump Kembali Tuntut 50 Persen Saham TikTok Setelah Negosiasi

Robert Banjarnahor - Kamis, 23 Januari 2025 10:40 WIB
258 view
Donald Trump Kembali Tuntut 50 Persen Saham TikTok Setelah Negosiasi
Foto: AP/Matt Rourke
Presiden Trump
Jakarta (harianSIB.com)
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif yang menunda pemblokiran aplikasi TikTok selama 75 hari ke depan.

Perintah ini diterbitkan beberapa jam setelah Trump dilantik sebagai Presiden pada Senin (20/1). Namun, Trump juga menekankan keinginannya agar Amerika Serikat dapat menguasai 50 persen saham TikTok.

"Saya setuju, tetapi biarkan Amerika Serikat memiliki 50 persen saham TikTok," kata Trump, seperti yang dilansir dari USA Today dan dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (23/1/2025).

Baca Juga:

"Akan ada banyak penawar. Amerika Serikat akan melakukan apa yang kami sebut usaha patungan (joint venture)," tambahnya.

Menurut laporan CNN, dikutip dari CNBC Indonesia, Trump baru-baru ini beberapa kali menyarankan bahwa ia terbuka dengan kemungkinan bagi perusahaan AS untuk membeli 50 persen saham TikTok dan menjalankannya dalam usaha patungan dengan ByteDance, perusahaan asal China yang saat ini memiliki aplikasi tersebut.

Baca Juga:

Langkah usaha patungan ini akan melunakkan peraturan yang mengharuskan pemblokiran TikTok di AS, kecuali ByteDance menjual aplikasi tersebut kepada pembeli dari Amerika atau sekutunya.

Trump menyatakan bahwa keputusan untuk menyelamatkan TikTok diambil karena platform ini, yang digunakan oleh 170 juta warga AS, sangat membantu dalam menjangkau pemilih muda, dan menghentikan operasinya di AS akan menyebabkan kehilangan lapangan pekerjaan bagi warga Amerika.

"Kami tidak punya pilihan. Kami harus menyelamatkan banyak pekerjaan," kata Trump dalam rapat umum pada hari Minggu menjelang pelantikannya.

"Kami tidak ingin memberikan bisnis kami kepada China. Kami tidak ingin memberikan bisnis kami kepada orang lain." kata dia.

TikTok berhenti berfungsi bagi pengguna di AS pada Sabtu (18/1) malam sebelum undang-undang yang melarangnya dengan alasan keamanan nasional berlaku pada Minggu.

Pejabat AS memperingatkan bahwa di bawah kepemilikan perusahaan induknya di China, ByteDance, data warga Amerika dapat disalahgunakan.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru