Sydney (harianSIB.com)
Parlemen Australia baru saja mengesahkan undang-undang pertama di dunia yang
melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun mengakses platform media sosial (
Medsos).
RUU yang disahkan pada Kamis (28/11) waktu setempat bertujuan melindungi generasi muda dari dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental mereka, yang dianggap semakin mengkhawatirkan.
Baca Juga:
Diberitakan dari Guardian, Jumat (29/11), sebagaimana yang dilansir Harian SIB, undang-undang ini, yang mendapat dukungan mayoritas publik dengan 77 persen warga Australia setuju, mengharuskan platform media sosial memastikan penggunanya berusia di atas 16 tahun.
Jika tidak mematuhi, perusahaan bisa dikenakan denda hingga 50 juta dollar Australia atau sekira Rp 516 juta. Meski demikian, implementasi teknis dan pengawasan usia pengguna masih menjadi tantangan besar. Pemerintah berencana menguji sistem jaminan usia pada pertengahan 2025 dan kebijakan ini baru akan mulai berlaku satu tahun setelah disahkan.
Baca Juga:
Perdana Menteri Anthony Albanese menjelaskan bahwa ada hubungan kausal yang jelas antara maraknya media sosial dan bahaya terhadap kesehatan mental anak muda Australia. "Undang-undang ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa anak-anak terlindungi dari dampak negatif dunia maya yang semakin memprihatinkan," ujarnya.
Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese mengatakan, anak muda seharusnya "tidak terpaku pada ponsel mereka, melainkan berada di lapangan sepak bola dan kriket, lapangan tenis dan netball, atau di kolam renang."
Albanese mengatakan bahwa larangan ini mungkin tidak dapat diterapkan secara sempurna, seperti halnya pembatasan alkohol yang sudah ada saat ini. Namun, ia mengatakan bahwa langkah ini adalah "hal yang benar untuk dilakukan."
Diperketatnya penggunaan situs media sosial akan membuahkan "hasil yang lebih baik dan kerugian yang lebih sedikit bagi anak muda di Australia," tambah Albanese, seraya menekankan bahwa platform-platform itu memiliki "tanggung jawab sosial" untuk memprioritaskan keselamatan anak-anak.
"Kami mendukung Anda, adalah pesan kami kepada para orang tua di Australia," ujar Albanese.
Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kontroversi. Banyak ahli dan kelompok hak asasi manusia mengkritik langkah terburu-buru tersebut. Komisi Hak Asasi Manusia Australia bahkan menyatakan adanya keraguan serius terkait potensi gangguan hak-hak anak-anak yang dapat ditimbulkan. Mereka khawatir larangan ini justru akan mendorong remaja ke situs web gelap atau membuat mereka semakin terisolasi.
Christopher Stone, Direktur Eksekutif Pencegahan Bunuh Diri Australia, mengatakan bahwa masalah rumit seperti ini memerlukan konsultasi dan pertimbangan yang cermat, bukan jalan pintas. "Kami mendesak pemerintah memperlambat langkah dan melibatkan para pemangku kepentingan untuk memastikan kami menangani masalah ini dengan benar bagi kaum muda," ujarnya.
KritikPerusahaan-perusahaan media sosial pada Jumat (29/11) juga mengkritik keputusan Australia yang melarang pihaknya untuk mengizinkan anak-anak di bawah 16 tahun menggunakan platform mereka, dan mengatakan bahwa langkah Australia itu masih meninggalkan "banyak pertanyaan yang belum terjawab."
Undang-Undang (UU) yang disahkan oleh anggota parlemen Australia pada Kamis (28/11) itu akan membuat platform media sosial seperti TikTok, Facebook, Snapchat, Reddit, X/Twitter, dan Instagram, dapat dikenakan denda hingga 49,5 juta dolar Australia (sekitar Rp511 miliar), jika perusahaan itu gagal mencegah anak-anak di bawah 16 tahun untuk memiliki akun media sosial.
Meta Platforms, pemilik media sosial Facebook dan Instagram mengatakan, aturan tersebut terkesan "terburu-buru."
"Kami khawatir dengan prosesnya, yang terburu-buru meloloskan aturan ini tanpa mempertimbangkan bukti-bukti yang memadai, dan apa yang sudah dilakukan industri untuk memastikan pengalaman pengguna sesuai usia, dan suara-suara anak muda," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.
Seorang juru bicara Snapchat mengatakan pihak perusahaan telah menyampaikan "keprihatinan serius" tentang undang-undang tersebut dan masih ada "banyak pertanyaan yang belum terjawab" mengenai bagaimana aturan itu akan bekerja.
Namun, perusahaan menyatakan akan bekerja sama erat dengan pemerintah untuk mengembangkan pendekatan yang menyeimbangkan "privasi, keamanan, dan praktiknya."
Sementara, platform video TikTok mengatakan pihaknya "kecewa" dengan aturan baru tersebut.
"Sangat mungkin larangan ini akan membuat anak muda terdorong ke sudut-sudut gelap internet, di mana tidak ada pedoman komunitas, alat keamanan, atau bahkan perlindungan," kata juru bicara TikTok.(**)