London (SIB)
Seorang pengusaha di
Inggris maju menjadi caleg di Kota Brighton. Yang menarik, ia menggunakan avatar yang terbuat dari kecerdasan buatan, alias
AI, untuk berinteraksi dengan para calon pemilih untuk mendiskusikan berbagai topik dan kebijakan. Apa iya avatar
AI bisa jadi anggota parlemen
Inggris?
Apakah Anda khawatir teknologi kecerdasan buatan (AI) akan merebut pekerjaan Anda? Orang-orang di Inggris bisa mengeluhkannya kepada wakil mereka di parlemen, yang bisa jadi juga sebuah AI.
Koran SIB, melansir Pengusaha Steve Endacott, yang berusia 59 tahun, adalah satu dari ratusan kandidat calon anggota legislatif yang bersaing pada pemilihan umum nasional Inggris 4 Juli mendatang untuk menjadi anggota parlemen (MP).
Baca Juga:
Yang menarik, bukannya memasang foto wajahnya sendiri di brosur kampanye, ia justru memasang gambar avatar dirinya yang dibuat oleh AI.
Jika terpilih, maka dunia akan memiliki legislator AI pertamanya.
Sambil berdiri di samping papan bergambar "Steve versi AI" seukuran manusia di daerah pelabuhan Brighton, Steve menyodorkan telepon genggam kepada para pejalan kaki yang penasaran agar mencoba berinteraksi dengan teknologi itu.
Baca Juga:
Steve versi
AI lantas berinteraksi dengan orang-orang di sana untuk membahas berbagai topik, dari hak-hak LGBTQ, perumahan, hingga urusan pengumpulan sampah dan keimigrasian. Steve versi
AI kemudian menjabarkan gagasan-gagasan kebijakannya sebelum meminta saran kepada lawan bicaranya.Pekerja amal Eona Johnston, yang berusia 23 tahun asal Brighton, terbuka pada kehadiran Steve versi
AI. Akan tetapi, ia meminta bukti efektivitas mesin itu, serta apakah ia dapat dipercaya.
"Kita menggunakan
AI di begitu banyak bidang, di tempat kerja, dalam interaksi sosial. Apa salahnya [kita gunakan] juga di bidang politik? Yang jadi pertanyaan, bagaimana caranya. Kita sebaiknya terbuka pada gagasan itu," ungkapnya.
Endacott, yang memanfaatkan perusahaannya, Neural Voice, untuk menghidupkan Steve versi
AI, mengungkapkan bahwa rasa frustrasinya terhadap "politik standar" yang ada saat ini mendorongnya mengambil keputusan untuk mencalonkan diri menjadi caleg independen di parlemen Brighton Pavilion, yang diperkirakan akan tetap dikuasai oleh Partai Hijau.
Tujuannya untuk menunjukkan bahwa teknologi itu mampu memberikan akses yang lebih besar kepada para pemilih untuk berinteraksi dengan perwakilan mereka di parlemen.
"Kita ingin reformasi demokrasi, kita ingin agar orang-orang terhubung dengan perwakilan mereka, karena sistem yang ada saat ini rusak dan tidak berfungsi."
Dalam percobaan keduanya di dunia politik, setelah pada 2022 lalu kalah dalam pemilihan anggota dewan kota lokal, Steve mengatakan bahwa versi
AI dirinya akan berbicara kepada para pemilih nonstop sambil merumuskan kebijakan, yang kemudian akan diajukan ke hadapan 500 validator untuk diperiksa.
"Bahkan ketika suatu kebijakan dibuat, kebijakan itu harus lolos penilaian para validator… TIdak ada yang bisa dengan mudah meretas para validator," ungkapnya kepada Reuters.
Ketika ditanya mengenai Steve versi
AI, Komisi Pemilihan Umum setempat menyatakan bahwa anggota yang masuk parlemen adalah caleg yang terpilih, bukan "versi
AI yang mereka gunakan."
Sebagian besar warga tampak masih enggan memilih kandidat
AI, tapi menganggap upaya Steve menggunakan teknologi kecerdasan buatan di dunia politik sebagai sebuah topik yang harus didiskusikan lebih lanjut.
Meskipun
AI sudah digunakan selama puluhan tahun, pertumbuhan pesat ChatGPT sejak diluncurkan tahun 2022 telah mendorong teknologi tersebut ke arus utama, serta memicu banyak tokoh penting dunia, dari Paus Fransiskus hingga Elon Musk, untuk memperjuangkan pengawasan yang lebih ketat terhadap teknologi tersebut.
Masyarakat
Inggris sendiri sangat terbelah sejak menjelang hingga sesudah terjadinya Brexit, di mana kepercayaan publik terhadap pemerintah berada pada tingkat terendahnya saat ini, sementara pemerintah Konservatif
Inggris kemungkinan menghadapi "kepunahan elektoral".
Sementara itu, tidak semua orang terbuka pada pemanfaatan
AI di dunia politik.
Jim Cheek, akuntan berusia 37 tahun asal Brighton, mengatakan bahwa seorang anggota parlemen harus mahir berbicara di hadapan publik, karena mereka harus bisa membela kepentingan konstituen mereka di parlemen - sesuatu yang tidak bisa dilakukan anggota legislatif yang terbuat dari
AI, ungkapnya.
"Menurut saya
AI hanya sebagian kecil dari faktor yang membuat seorang anggota parlemen berkualitas baik atau buruk, dalam hal ini saya rasa ini hanya sebuah gimik," lanjutnya.
Sementara warga lainnya, Andy Clawson, yang berusia 42 tahun, mengatakan, "
AI dan politisi punya satu kesamaan… mereka tidak bisa dipercaya." (**)