Seoul (SIB) -Mantan Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-Hye tetap tak mau mengakui kesalahannya setelah dimakzulkan karena terseret skandal korupsi. Oposisi dan lawan politik Park pun mengkritiknya habis-habisan. Mereka menyerukan jaksa untuk segera menyelidiki Park. Park Geun-Hye resmi dimakzulkan oleh Mahkamah Konstitusi Korsel pada Jumat (10/3) lalu, setelah mahkamah tertinggi di Korsel itu memperkuat hasil voting pemakzulan Park. Pemakzulan didasarkan pada dugaan keterlibatan Park dalam skandal korupsi yang berpusat pada teman dekatnya, Choi Soon-Sil.
Park dituding berkolusi dengan Choi dalam menekan perusahaan-perusahaan konglomerat Korsel untuk memberikan 'donasi' kepada dua yayasan milik Choi, yang didirikan untuk mendukung kebijakan Park. Seorang mantan ajudan kepresidenan Park juga terjerat kasus ini. Baik Choi maupun mantan ajudan kepresidenan itu, telah diadili atas dakwaan penyalahgunaan wewenang dan penipuan. Park sendiri berulang kali membantah terlibat dalam korupsi itu.
Seperti dilansir Reuters, Senin (13/3), Park telah meninggalkan kediaman kepresidenan atau Blue House di Seoul pada Minggu (12/3) malam waktu setempat. Dia kembali ke rumah pribadinya yang ada di distrik kelas atas Gangnam, Seoul, sebagai warga negara biasa, tanpa kekebalan hukum. "Bahkan pada momen dia pergi, dia menolak untuk mengucapkan kata penyesalan di depan rakyatnya, tapi mengatakan hal-hal soal kebenaran dan tidak menyatakan apapun selain ketidakpatuhan," sebut Choo Mi-Ae selaku Ketua Partai Demokrat Korsel, yang merupakan partai oposisi terbesar di Korsel. Lebih lanjut, Choo menyatakan Park seharusnya diperlakukan sebagai seorang tersangka dan bekerja sama dalam penyelidikan kepolisian. "Jaksa harus menemukan kebenarannya dan menghukum setiap kejahatan melalui penyelidikan yang cepat dan menyeluruh," tegasnya.
Park belum memberikan pernyataan secara langsung kepada publik usai dimakzulkan. Namun salah satu juru bicaranya membacakan pernyataan Park, sesaat setelah dia kembali ke kediaman pribadinya. Dalam pernyataan itu, Park menyatakan dirinya menyesal karena tidak mampu menyelesaikan masa jabatannya, yang seharusnya baru berakhir pada Februari 2018. Park juga menjanjikan bahwa kebenaran akan terungkap pada akhirnya nanti.
"Ini akan memakan waktu, tapi saya yakin kebenaran akan terungkap," demikian pernyataan Park seperti dibacakan juru bicaranya. Banyak warga Korsel menginterpretasikan pernyataan Park sebagai perlawanan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi soal pemakzulannya. "Itu sungguh mengejutkan dan sangat disesalkan," ucap Yoo Seong-Min, salah satu kandidat presiden dari Partai Bareun, partai kecil beraliran konservatif. "Melawan putusan Mahkamah Konstitusi merupakan pengkhianatan untuk rakyat dan pengkhianatan terhadap konstitusi," tegasnya.
Partai Rakyat yang beraliran liberal menegaskan seluruh rakyat Korsel, termasuk Park, berkewajiban untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi. "Ini merupakan tragedi untuk negara ini, demikian juga untuk Park, karena dia tidak mengakui kesalahannya, bahkan setelah menjadi presiden pertama yang dimakzulkan," tegas Partai Rakyat dalam pernyataannya seperti dilansir kantor berita resmi Korsel, Yonhap. Park (65) mencetak sejarah sebagai Presiden Korsel pertama yang dimakzulkan, setelah terpilih dalam pemilu yang demokratis. Setelah Park dimakzulkan, selanjutnya Korsel akan menggelar pemilihan presiden paling lambat pada 9 Mei mendatang untuk memilih presiden yang baru.
(Rtr/detikcom/f)