Palembang (SIB)-
Sejumlah situs peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Palembang Sumatera Selatan beralih fungsi menjadi permukiman dan bangunan tanpa diberi penanda. Akibatnya, jejak-jejak keberadaan kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara itu makin hilang.
Beberapa di antaranya adalah Situs Sarangwati di kawasan Lemabang dan Situs Air Bersih di sekitar Pelabuhan Boom Baru. Saat ini, lokasi situs Sarangwati merupakan kawasan permukiman dan di tempat itu tak terlihat lagi tanda-tanda bahwa pernah ada temuan peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Situs Sarangwati diduga merupakan tempat peribadatan pada masa Kerajaan Sriwijaya. Dalam sejumlah ekskavasi di Situs Sarangwati pernah ditemukan stupa-stupa kecil dari tanah liat (stupika) dan arca Buddha Avalakitecvara yang diduga belum selesai dibuat. Arca temuan kini disimpan di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Adapun di Situs Air Bersih pernah ditemukan pecahan keramik dari masa Dinasti Ming dan Sung serta arca perunggu berlanggam abad IX-X.
Peneliti Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti, Minggu (16/3) mengatakan, dari sekitar 23 situs Kerajaan Sriwijaya di Palembang, sekitar setengahnya telah beralih fungsi dan tak terlihat lagi tanda-tanda fisiknya. Sebagian besar alih fungsi situs tersebut menjadi perumahan.
Sejumlah situs penting yang masih sangat berpotensi mengandung temuan penting pun telah beralih fungsi, di antaranya Situs Padang Kapas yang diduga merupakan pusat pembuatan perkakas besi dan Situs Kambang Unglen yang diduga merupakan pusat kerajinan manik-manik di zaman Kerajaan Sriwijaya.
Menurut Retno, alih fungsi dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Balai Arkeologi Palembang ataupun mengikuti kaidah pelestarian situs. Padahal, alih fungsi sebenarnya dapat dilakukan dengan tetap melestarikannya. “Salah satunya dengan menginformasikan kepada Balai Arkeologi sehingga lokasi itu bisa diteliti dulu lalu disisakan sedikit untuk penanda,†katanya.
Peninggalan hilang
Dengan alih fungsi ini, sejumlah peninggalan juga turut hilang, di antaranya sejumlah batu bata struktur candi dan manik-manik. Selain itu, penelitian lebih lanjut pun menjadi makin tak memungkinkan. Padahal, di situs-situs penting tersebut masih mungkin mengandung temuan besar.
Retno mengatakan, alih fungsi pada situs-situs bersejarah itu begitu mudah terjadi karena Pemerintah Kota Palembang belum menetapkannya sebagai cagar budaya. Tanpa penetapan cagar budaya, alih fungsi situs dikhawatirkan terus terjadi.
Pekan lalu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menggagas pendirian Pusat Informasi Kerajaan Sriwijaya yang diiringi dengan ekskavasi situs dan penelitian mengenai Kerajaan Sriwijaya.
“Pusat informasi ini diharapkan sudah beroperasi pada 2014 ini. Anggaran sementara sebesar Rp 200 juta,†kata Asisten II Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Akhmad Najib.
Menanggapi rencana itu, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Sumatera Selatan Farida R Wargadalem mengatakan, Palembang sangat kaya situs Kerajaan Sriwijaya, tetapi sejauh ini pengawasan dan pengelolaan masih minim sehingga banyak situs “hilang†dan tak dikenali oleh masyarakat lagi.
(Kps/q)