Kisaran (SIB)- Tepak Sirih atau Cerana merupakan salah satu perlengkapan adat suku Melayu termasuk Melayu Asahan. Dahulu kerap digunakan pada setiap pertemuan adat. Dewasa ini, bentuknya masih bisa dilihat di acara perkawinan, baik suku Melayu asli, maupun mereka yang sudah merasa sebagai orang Melayu karena lahir dan besar di bumi Melayu serta bangga menggunakannya.
Demikian Ketua Gerakan Angkatan Muda Melayu Indonesia (GAMMI) Kabupaten Asahan, OK Muhammad Rasyid SE kepada SIB, saat Silaturrahmi dan Halal Bi Halal Syawal 1436 H, di kediamannya Komplek Alam Asri, Tanjung Alam Kecamatan Sei Dadap, Kabupaten Asahan, Rabu (22/7).
Dikatakan, Tepak Sirih dan Cerana merupakan wadah atau tempat untuk meletakkan daun sirih dan perencahnya. Bedanya, Tepak Sirih terbuat dari kayu dan Cerana biasanya terbuat dari tembaga, kuningan atau besi. “Dahulu, di setiap rumah Melayu di Asahan serta Sumatera Timur umumnya, pasti memiliki salah satu atau keduanya. Mengunyah daun sirih adalah satu kebiasaan yang sudah mentradisi,†jelas OK Rasyid.
Dijelaskan, menurut para pakar adat budaya Melayu dan referensi sejumlah buku, dahulu di pesisir Sumatera Timur, Tepak Sirih atau Cerana biasa digunakan sebagai alat komunikasi dan lambang penghormatan kepada lawan komunikasi di dalam acara-acara adat. Karenanya, keindahan dan kesempurnaan Tepak Sirih atau Cerana ditata sedemikian rupa agar “sedap†dipandang mata.
“Umumnya Tepak Sirih orang Melayu Sumatera Timur serta Asahan khususnya, memakai hiasan yang disebut bunga bertekat. Tepak Sirih dibungkus senyawa dengan kain Beldu aneka warna dan bersulam bunga-bunga. Bentuknya persegi panjang, dengan ukuran panjang sekitar 30 centimeter, lebar 15 centimeter dan tinggi 15 centimeter. Di bagian dalamnya terdapat empat sampai lima ruang yang biasa disebut Cembul, masing-masing untuk meletakkan daun sirih, pinang telah diracip kecil-kecil, kapur, gambir, tembakau dan cengkeh,†jelas OK Rasyid.
Dijelaskan lagi, biasanya susunan daun sirih dan perencahnya disesuaikan dengan fungsi dan kegunaan Tepak Sirih pada tiap acara adat. Seperti pada acara merisik, ujung daun sirih disusun bertemu dan berselisih di dalam Tepak. Kiasan dari susunan itu bermakna, bertanya mengenai “bunga†(wanita-red) yang hendak dituju. Sementara pada acara meminang, susunan perencah dan daun sirih tetap sama, namun Tepak Sirih Peminang sangat diistimewakan dari cara mengisinya dan dihias lebih indah.
“Di acara meminang, buah Pinang tidak diracip tetapi diukir dan dibentuk seperti mata rantai, dua atau tiga mata rantai. Tidak bersambung atau memakai perekat. Dalam bahasa Melayu istilahnya “Pinang Berkait†memiliki makna atau kiasan “Patah Dulu Baru Berpisah†atau berarti “hanya maut menjadi pemisahâ€. Isi Tepak Sirih berhias bebungaan dan berpagar mayang pinang. Membawanya juga tidak dibungkus kait sungkit (Songket-Kain Khas Melayu-Red), karena Tepak Sirih Melayu sudah memakai hiasan bunga bertekat,†terang OK Rasyid seraya mengatakan tidak hanya susunan/ bentuk, menyerahkan Tepak Sirih atau Cerana juga ada aturan tersirat dan biasanya diiringi dengan pantun-pantun indah
.(D01/ r)