Medan (SIB)
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut dr Ria Novida Telaumbanua MKes mengapresiasi program kerja Komite Masyarakat Danau Toba (KMDT) khususnya dalam menggali kearifan lokal untuk memperkuat ketahanan ekonomi keluarga. Mengenai upaya mendaftarkan ulos sebagai warisan tak benda di UNESCO adalah langkah terbaik. “Tetapi, industri kreatif di NTB dan NTT telah lebih siap karena mendahului ulos didaftarkan ke UNESCO. Sekarang, penggiat tenun khususnya KMDT, mempersiapkan infrastruktur kerajinan tersebut selama dua tahun ke depan hingga ulos dapat didaftarkan,†ujarnya di Medan, (25/1) saat menerima audiensi KMDT dipimpin Wakil Ketua Umum Enni Martalena Pasaribu SH MH MKn CRA, Ketua Panitia Pelantikan Safitra Tambunan, Sekretaris Vera Manullang, Bendahara Mona Rumince, penggiat dan pekerja seni Excel Sumbayak dan Kennedy Manurung.
Alasan tenun dari NTB - NTT lebih dahulu didaftarkan karena warga di provinsi tersebut telah siap dan memroduksi seluruh bahan tenunnya. “Mulai dari penanaman kapas, bahan pewarna alami dan memroduksi penuh. Tak ada satu komponen tenun dari daerah tersebut didatangkan dari luar,†tegas Ria Telaumbanua.
Ia mengimbau KMDT menginisiasi penenun ulos untuk melakukan langkah tersebut. Menurutnya, kecenderungan penenun ulos bermukim di sekitar Danau Toba. “Bila semua bahan ulos diproduksi di bona pasogit, pasti lebih bagus karena geografis di sekitar danau sangat mendukung,†ujarnya sambil merinci bahwa bahan ulos tenun saat ini masih didatangkan dari luar daerah bahkan dari luar negeri. “Bila ulos didaftarkan dengan kandungan seperti sekarang, UNESCO kemungkinan besar akan merevisi!â€
Enni Martalena Pasaribu melaporkan, KMDT tak hanya menginisiasi penenun ulos tapi seluruh potensi yang ada di sekitar Danau Toba. “Program KMDT adalah mempercepat Danau Toba menjadi destinasi unggulan global di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, termasuk ulos,†tegasnya.
Ia memastikan, ulos tak sekadar tenunan karena dalam kerja kreatif itu ada filosofi mulai motifnya dengan nilai-nilai adat, gagasan, kepercayaan dan kisah hidup. “Saya sudah menegaskan, ulos itu sakral alam adat karena tiap helai benang dan lembaran tenun berkisah tentang bentuk solidaritas yang tergabung dan terhimpun dalam kesatuan sosial dalihan natolu. Itulah kenapa harus dilestarikan,†tegasnya.
Sebagai penggagas pendaftaran ulos di UNESCO, lanjutnya, pihaknya berusaha maksimal memosisikan ulos sesuai standar. “Saya dan KMDT sudah menggelar seminar ilmiah mendatangkan orang-orang dari UNESCO, mendapat persetujuan penanaman kapas dari Pemkab Simalungun, tapi eksekusinya menunggu kebijakan politik,†tambahnya.
Ia merinci bahan utama ulos adalah benang dari kapas tapi bahan baku tersebut sulit didapatkan karena penenun belum maksimal dibimbing. “Di sekitar Danau Toba ada pepohonan yang dapat menghasilkan benang dan pewarnaan. Alami. Sebelum semakin ditinggalkan, harus dilestarikan,†tegasnya.
Ia menunjuk tumbuhan salaon yang mirip daun nila dan akar tumbuhan serta rumput-rumputan di hutan sekitar Danau Toba yang mampu menjadi bahan dasar ulos dengan kualitas maksimal. “KMDT berharap pemerintah memfasilitasi pelestarian bahan tersebut dan melatih penenun dengan sejumlah fasilitas,†pintanya. “Saya sudah protes, pewarna sintetik tak baik untuk lingkungan bahkan di tubuh pemakai!â€
Dengan sejumlah tantangan, KMDT ingin mengurai persoalan di lapangan. Berkaitan dengan itu, lapornya, KMDT menjadwalkan FGD virtual yang digelar dengan topik ‘Percepatan Destinasi Pariwisata Danau Toba dan UMKM Ekonomi Kreatif’ dengan pembicara utama Menparekraf Sandiaga Uno. “Menparekraf sudah menjadwalkan hadir langsung di Medan, tapi audiens dengan virtual bersamaan pengukuhan KMDT SU pada awal Maret,†tutupnya. (R10/f)
Sumber
: Hariansib edisi cetak